Jakarta, CNN Indonesia —
Sejumlah anggota Komisi I DPR mempertanyakan sikap dan posisi Menteri Luar Negeri RI Sugiono terkait pernyataan bersama terkait Laut Cina Selatan (LCS).
Pernyataan bersama RI-China tersebut kontroversial karena membahas isu tumpang tindih (pernyataan lebih lanjut) yang bisa dirujuk dan diakui oleh Sembilan Garis Putus (Nine Dash Line) karena persepsi atau kecurigaan Indonesia.
Anggota DPR memeriksa Sugiono saat rapat kerja Menteri Luar Negeri dengan Komisi I di Kompleks Parlemen, Senin (2/12).
Anggota DPR Amelia Angreni dari Partai Nasdem mempertanyakan posisi Indonesia.
Ia mengatakan, terdapat kesimpangsiuran di kalangan masyarakat terkait klaim teritorial Tiongkok di Laut Cina Selatan dan pernyataan bersama RI-Tiongkok.
“Ada dugaan Indonesia berubah sikap setelah mengakui klaim China,” kata Amelia merujuk pada pernyataan bersama tersebut.
Kemudian dia berkata: “Meskipun Kementerian Luar Negeri telah mengklarifikasi bahwa tidak ada pengakuan tersebut. Bagaimanapun, pernyataan ini telah menimbulkan kegemparan di kawasan.”
Amelia kemudian meminta Sugiono mengatasi masalah tersebut dan menyarankan agar Indonesia bisa menjalin hubungan lebih baik dengan negara tetangga.
“Dalam forum ini kami meminta menteri untuk menjelaskan pernyataan bersama antara Indonesia dan China,” ujarnya.
Anggota DPR dari Partai Nasdem ini berharap perjanjian tersebut tidak memuat perjanjian yang tidak transparan.
Hal senada juga diungkapkan Anggota DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin.
Ia mengatakan Indonesia telah lama menolak sembilan garis putus-putus dan menghormati hukum internasional.
Hasanuddin berkata: “Pernyataan ini tampaknya mendorong kerja sama di bidang-bidang yang selama ini kami tolak.”
“Saya mohon penjelasannya, apakah benar kita akan bekerja sama di bidang sembilan jalur kesepakatan yang sebelumnya kita tolak, atau ada pandangan lain, mohon diperjelas,” imbuhnya.
Tak jauh berbeda, Rizki Natakusumah, anggota DPR dari Kelompok Demokrat, menyoroti kode etik yang dituangkan dalam pernyataan bersama RI-China.
Ia juga menyebutkan poin 9 yang mengacu pada kode etik, aturan atau pedoman perilaku yang mengatur tindakan LCS.
Intinya adalah: Kedua belah pihak menegaskan kembali komitmen mereka terhadap implementasi Deklarasi Kode Etik Para Pihak (DOC) secara penuh dan efektif di Laut Cina Selatan dan penghentian dini Kode Etik Dasar dalam Konsensus (COC). Untuk bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan.
“Ini mengejutkan saya, kita tahu bahwa Tiongkok sendiri menentang rencana CoC, mereka lebih memilih bilateralisme,” kata Risky.
“Pertanyaan saya apakah prinsip dasar dan logika CoC yang disebutkan dalam pernyataan bersama itu sama dengan prinsip yang kita usulkan selama ini,” imbuhnya.
Reaksi Menteri Luar Negeri
Dalam kesempatan itu, Menteri Luar Negeri Sugiono menegaskan Indonesia tetap teguh pada pendiriannya terkait sembilan garis putus-putus.
“Tidak dikatakan kita menyetujui apa pun. Tidak ada tulisan atau pernyataan bahwa kita akan bekerja sama di Koordinasi B,” ujarnya.
Sugiono juga menjelaskan bahwa Indonesia menghormati hukum internasional dan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, UNCLOS.
Selain itu, menurutnya, CoC yang disebutkan dalam pernyataan bersama tersebut sesuai dengan apa yang diusulkan. (isa/bac)