Jakarta, Indonesia —
Mabes TNI mendalami putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menegaskan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut kasus korupsi di kalangan TNI atau TNI.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Hariyanto mengaku menghormati keputusan tersebut.
“TNI menghormati seluruh putusan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan di bidang ketatanegaraan. Dalam hal ini TNI akan lebih mempertimbangkan putusan tersebut dan dampaknya,” kata Hariyanto, Senin (12/02).
Dia menjelaskan, TNI juga akan berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, Kejaksaan, dan lembaga terkait untuk memastikan penerapan hukum sesuai dengan prinsip keadilan dan transparansi.
Tidak ada konflik dengan organisasi lain (UU) dan tidak mengganggu tugas pokok TNI dalam melindungi pimpinan republik, ujarnya.
Menurut Haryanto, di Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai kewenangan mengoordinasikan perkara pidana dan mengendalikan mata rantai korupsi yang telah dilakukan sejak awal berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, jika perkara korupsi tidak bisa diadili secara bersama-sama, maka pihak militer akan tetap diperiksa oleh Polisi dan Pengadilan Militer, sedangkan pelaku sipil akan diperiksa di pengadilan umum/(divisi) Tipikor, ”ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan sejumlah permohonan pengujian pasal 42 UU KPK dengan nomor berkas: 87/PUU-XXI/2023.
42. Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi “Komite Pemberantasan Korupsi mempunyai kewenangan mengkoordinasikan dan mengarahkan penyidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh orang-orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum.”
Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak ditambahkan kalimat di akhir pasal.
Kalimat tambahannya berbunyi: “Selama perkara diajukan, proses peradilan ditangani sejak awal atau dimulai/terdeteksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.”
Mahkamah Konstitusi menegaskan, meskipun tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh oknum sipil dan militer sejak awal ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, maka perkaranya akan ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kewenangan tersebut sampai menjadi putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
“Sebaliknya, dalam perkara pidana korupsi yang dilakukan oleh orang yang diadili militer, yang terdeteksi dan ditangani oleh lembaga hukum selain Komisi Pemberantasan Korupsi, tidak ada kewajiban untuk melimpahkannya kepada lembaga hukum lain tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi”, usul Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangannya. (io/tidak)