Jakarta, CNN Indonesia.
Mulyono, seorang pengemudi ojek online (ojol), sepekan terakhir ini resah. Pemicunya adalah pernyataan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadlia yang menyatakan pemerintah tidak mengizinkan tukang ojek membeli lebih banyak pertalite.
Kekhawatiran muncul karena pertalite menjadi bahan bakar yang digunakan untuk menjalankan pekerjaan sebagai pengemudi ojol.
Ia mengaku bisa meminum Pertalite sebanyak lima kali dalam sebulan dengan harga Rp 20.000 sekali isi. Total, Mulyono mengeluarkan Rp 100.000 per bulan untuk membeli pertalite.
Sedangkan pendapatan matanya tidak terlalu besar. Diakuinya, sebulan bisa mengantongi Rp 30 lakh, tapi itu adalah penghasilan kotornya.
Sulit (kalau tidak bisa beli ojol lagi). Kami (pendapatan ojol) bergantung pada jumlah pesanan, kata Mulyono kepada fun-eastern.com di Palmerah, Jakarta Barat, Senin (12/2).
“Tapi kenyataannya di lapangan ordernya sedikit sekali. Kita punya GoFood, GoSend, GoRide, beda-beda juga. Ada yang stabil, ada yang tidak stabil,” keluh pria asal Jakarta ini.
Mulyono pun menyerah. Ia mengaku siap menjajaki opsi lain jika pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak berpihak pada ojek online.
Ayah empat anak ini berniat pergi ke SPBU Vivo. Ia menyoroti, harga bahan bakar yang dijual pesaing PT Pertamina (Persero) masih cukup terjangkau bagi Ojol.
“Kalau (Ojoles tidak mengizinkan beli Pertalite), saya terpaksa pakai opsi B, saya ke Vivo, saya tidak pakai Pertamina (BBM). Bagi saya Vivo lebih murah. Beberapa driver (sekarang)” Pakai standar Vivo, (kualitasnya) bagus dan harganya tidak mahal,” ujarnya.
Sembari berdansa dengan Mulyono, Migrant Eco DI Yogyakarta juga sempat khawatir dengan rencana pelarangan pembelian Pertalite. Dia mengatakan, BBM bersubsidi dari Pertamina menjadi andalan para pengemudi ojek untuk beroperasi, khususnya di daerah penyangga Jakarta.
Ia telah tinggal di Jakarta selama 12 tahun. Echo juga memulai sebuah keluarga kecil di ibu kota, terdiri dari istri dan dua anaknya.
“Saya hanya dapat Rp 2 juta per bulan dari Ojol, itu saja (pendapatan kotor). Saya susah, apalagi masih sewa. Saya bayar Rp 1,1 juta per bulan untuk sewa di Pamulang,” jelasnya.
Seseorang mengharapkan keadilan. Ia menegaskan, pemerintah harus hadir untuk rakyat.
Eco butuh kepastian posisi, tidak hanya berupa BBM bersubsidi. Ia dan rekan-rekan pengemudi online tak mau lagi menjadi rekan kerja, melainkan meminta identitasnya sebagai karyawan perusahaan tersebut.
“Kalau pemerintah, intinya harus terjangkau rakyat sesuai standar (kemampuan) rakyat. Baik BBM, kebutuhan pokok, yang penting terjangkau rakyat.” untuk memikul beban itu, hidup mereka mudah,” kata Ako.
“Dulu kami masih mendapat Tunjangan Hari Raya (THR) dari perusahaan. Sekarang sulit mendapat pesanan. Makanya kami minta kepastian statusnya, sekarang bukan dari pekerja yang bersangkutan,” tegasnya.
Di sisi lain, Menteri Bahlil mengatakan keputusan pelarangan ojek membeli Pertalite belum final. Ia menegaskan, masih mengkaji skema penyaluran BBM bersubsidi yang baru.
“Saya kemarin sudah bilang, latihannya masih jalan ya, kita tunggu sampai latihan selesai baru bisa kita umumkan. Latihan masih kita lakukan, belum ada keputusan akhir. Yang jelas kami Bahlil katanya, Jumat (29/11) di Kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta Pusat.
Bahlil mengisyaratkan ojek tak boleh membeli Pertalite. Alasannya karena ini merupakan kegiatan komersial.
(Minggu/Agustus)