JAKARTA, CNN Indonesia —
Produk terbaru Apple, seri iPhone 16, belum pernah sampai ke Indonesia karena kendala investasi dengan raksasa teknologi asal AS tersebut.
Teuku Riefky, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Sosial Fakultas Ekonomi dan Keuangan Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), mengatakan ada beberapa kendala yang membuat perusahaan asing, termasuk Apple, enggan berinvestasi di Indonesia. Hambatan tersebut berkisar dari sektor ketenagakerjaan, inovasi, pembiayaan dan kepastian hukum hingga tingkat korupsi.
Riefky juga mengatakan prosedur administrasi Indonesia lebih panjang dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam.
“Menurut Bank Dunia, dokumen yang dibutuhkan untuk memulai usaha di Indonesia ada 11, tapi di Vietnam hanya delapan. Faktanya, di Indonesia hanya 26 dan di Vietnam ada enam, belum lagi jangka waktu penyelesaiannya,” Riefky mengatakan, Kamis (5/12) “Dokumentasi ekspor impor di Indonesia bisa memakan waktu beberapa hari, tapi di Vietnam hanya membutuhkan waktu beberapa jam,” ujarnya pada Cellular Business Forum di Jakarta.
“Ini hal baru di Vietnam dan Indonesia masih tertinggal jauh dari negara lain seperti China, Arab Saudi, bahkan Singapura,” tambahnya.
Menurutnya, hal tersebut akan membuat Apple berpikir ulang untuk menginvestasikan uangnya di Indonesia.
“Mungkin 20 tahun lalu, kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia lebih unggul dibandingkan Vietnam, namun keadaan itu akan berubah sekarang dan beberapa tahun ke depan,” ujarnya.
Riefky mengatakan Indonesia merupakan negara G20 yang paling dekat dengan penanaman modal asing (PMA). Dibandingkan negara sejenis, Indonesia memiliki indeks pembatasan yang lebih terbuka dibandingkan Filipina.
Kemudian, permasalahan hukum juga menjadi salah satu permasalahan yang menghambat investasi asing di Indonesia. Berdasarkan data Bank Dunia, Indonesia memiliki skor indeks supremasi hukum sebesar 42,31, lebih rendah dibandingkan rata-rata negara-negara Eropa dan Asia Tengah, Amerika Latin, Timur Tengah, dan Afrika Utara.
Indeks Rule of Law sendiri mengukur kepatuhan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan, penegakan kontrak, dan kesadaran akan hak milik serta potensi kejahatan baik yang dilakukan oleh polisi maupun jaksa.
“Jadi jika Anda ingin berinvestasi tetapi tidak ada izin, peraturan perdagangan sering berubah,” kata Riefky. “Kurangnya kepastian hukum membuat investor bertanya-tanya apakah mereka sebaiknya berinvestasi di negara A dan bukan di negara B.” .
Ia mencontohkan, Permendag beberapa kali berubah pikiran hanya dalam waktu tiga bulan di awal tahun.
“Seseorang menghitung bahwa peraturan ini adalah yang tercepat dan paling banyak berubah di dunia sepanjang sejarah. Bayangkan Apple berinvestasi di sini dan tidak mengetahui apakah mereka akan mampu mengimpor bahan mentah yang dibutuhkannya bulan depan,” ujarnya. (Volume/Mikrofon)