Jakarta, CNN Indonesia –
Femicide, atau kekerasan terhadap perempuan yang berdampak pada kehidupan korbannya, akhir-akhir ini semakin sering terjadi di masyarakat. Pelaku terbanyak adalah orang-orang terdekat korban, antara lain ayah, saudara laki-laki, pacar, dan suami.
Veryanto Sitohang, Komisioner Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), mengatakan berdasarkan data lembaganya, terdapat 159 kasus femicide pada tahun 2023. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2024-2025.
“Setiap tahun [kasus femisida] semakin meningkat,” kata Veryanto saat jumpa pers pada Jumat (29/11) sebagai bagian dari kampanye 16 hari Kementerian PPPA melawan kekerasan terhadap perempuan.
Pada tahun 2020 hingga 2023 saja, lanjut Veryanto, total kasus yang terdaftar sebanyak 798 kasus. Namun, dia tidak menyebutkan berapa peningkatan jumlah kasus femisida dari tahun ke tahun.
“Ini meningkat. Jumlah femisida terus meningkat setiap tahunnya ya,” kata Verianto
Sayangnya, banyak orang yang tidak memahami bahwa femisida merupakan kejahatan yang luar biasa, meski frekuensinya semakin meningkat.
Veryanto menegaskan, femisida bukan sekadar bentuk kekerasan terhadap perempuan. Lebih jauh lagi, femicide berarti pembunuhan terhadap perempuan.
“Femicide ini adalah pembunuhan yang disertai kekerasan. Kita harus ingat bahwa kematian perempuan merupakan puncak dari kekerasan seksual yang harus diberantas sepenuhnya,” kata Verianto.
Selain itu, lanjut Verianto, sebagian besar pelaku masih mempunyai hubungan dekat atau hubungan dengan korban.
Pola yang berbeda kerap muncul dalam kasus femicide, mulai dari pemerkosaan hingga kekerasan dalam rumah tangga (DRT).
Veryanto mengimbau masyarakat tidak menganggap enteng isu KDRT. Karena kekerasan dalam rumah tangga bisa berujung pada femisida.
“Jadi kalau ada laporan, harus segera ditindaklanjuti agar korban tewas mencapai ribuan saat kita mengetahuinya,” ujarnya (tst/asr).