Makassar, CNN Indonesia —
Pimpinan DPRD Kunawi Selatan Sultra enggan mengomentari penolakan Bupati Kunawi Selatan Soranuddin Danga terhadap kesepakatan damai dengan keluarga guru SD Negeri 4 Beto yang saat itu dituduh melakukan kekerasan terhadap anak oleh polisi Suprian.
No comment, kata Ketua DPRD Kunawi Selatan Hamrin kepada fun-eastern.com, Jumat (8/11).
Sementara itu, kuasa hukum Supriyan, Andar Darmavan mempertanyakan maksud surat panggilan yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten Konawe Selatan.
Tantangannya, apa itu somasi yang dikeluarkan pemerintah daerah? Kalau dituduh pencemaran nama baik, mereka menuduh seseorang, kata Andri kepada fun-eastern.com.
Menurut Andhra, pencemaran nama baik terjadi ketika Supriyani menyebut nama pribadi seseorang saat perjanjian damai. Namun di SD Negri 4 Beto, gurunya tidak menyebut nama pribadi siapa pun.
Menurut dia, pencemaran nama baik hanya berlaku pada perorangan, jika jabatan atau pemerintah daerah tidak demikian maka yang digunakan adalah pencemaran nama baik.
Sebelumnya, Supriyan sempat membatalkan perjanjian damai antara dirinya dengan keluarga polisi setempat yang termasuk dalam jajaran Bupati Konawi Selatan.
Dalam surat penolakan perjanjian damai, Andre mengatakan kliennya hanya mengungkapkan kondisi psikologisnya karena merasa tertekan atau terpaksa karena beberapa pejabat pemerintah daerah hadir dalam pertemuan tersebut.
“Lagi pula Bu Sufrian mencemarkan nama baik seseorang. Bu Supriyan dalam keterangannya hanya mengatakan bahwa dia melakukannya (perjanjian damai) di bawah paksaan atau paksaan. Dia tidak mengatakan siapa yang memaksanya, siapa yang menekannya. Karena dia berbicara tentang dirinya sendiri. Dia berkata: “Saya tidak merasa aman karena ada banyak petugas dan orang di sana.”
Akibat pencabutan surat perdamaian tersebut, Sufrian dipanggil Pemerintah Bupati Konawi Selatan dengan tuduhan mencemarkan nama baik Bupati Konawi Selatan, Soranuddin Dinga.
Somasi tersebut disampaikan Kepala Bagian Hukum Sekretariat Pemerintah Kabupaten Kunavi Selatan Suhardi pada Rabu (6/11) karena Sufarian dituding menolak perjanjian damai dengan alasan mendapat tekanan dan paksaan untuk menandatangani. perjanjian perdamaian.
“Iya, karena ada pernyataan tertulis dari ibu Soufriani tentang pencabutan surat perdamaian. Katanya merasa tertekan, terintimidasi saat proses mediasi,” kata Kepala Dinas Kominfo Konawi Selatan Anas Masood kepada wartawan, Kamis (6/11).
Dalam surat panggilan tersebut kepada Supriyan, Anas mengatakan proses arbitrase yang difasilitasi Bupati Conway Selatan tidak boleh ada unsur paksaan atau intimidasi.
Niat baik Bupati yang murni akan membantu membawa perdamaian bagi para pihak terkait permasalahan Ibu Suprian, ujarnya.
Menanggapi seruan bupati terhadap guru yang diduga bersalah, Persatuan Guru Republik Indonesia Sulawesi Tenggara (PGRI) menilai hal itu merupakan contoh buruk.
Ketua PGRI Solosi Tenggara Abdul Halim Momo menilai seharusnya pemanggilan tersebut tidak dilakukan. Katanya, lebih baik Soranuddin Supriyan dimaafkan.
“Kita harus saling memaafkan, itu juga akan menjadi contoh buruk bagi pemerintah daerah yang kemudian menundukkan rakyatnya sendiri,” kata Halim Momo kepada fun-eastern.com, Kamis (7/11).
Sejauh ini fun-eastern.com belum menerima keterangan resmi langsung dari Bupati Soranuddin Dinga terkait permohonan terhadap Ustad Supriyan.
(mir/anak)