Jakarta, CNN Indonesia —
Pemerintah akan memberikan bantuan sosial berupa bantuan listrik.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bansos sebaiknya diberikan kepada masyarakat kelas menengah dan masyarakat miskin. Bantuan sosial diberikan sebelum pemerintah menerapkan kenaikan PPN menjadi 12 persen.
Luhut mengatakan, bantuan sosial berupa subsidi listrik dilakukan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan, termasuk perjudian.
Karena kalau berangkat (BLT), nanti takut main lagi, ujarnya, Rabu (27/11), seperti dilansir detikcom.
Selain menghindari penyalahgunaan, Luhut mengatakan subsidi listrik juga mudah disalurkan.
“Ibarat listrik, datanya lengkap. Jadi mungkin kita masih hitung kalau 1.300 sampai 1.200 watt ke bawah ya, masyarakat yang mungkin 2-3 bulan tidak bayar. Mari kita hitung lagi,” imbuhnya.
Luhut tidak menyebutkan kapan penyaluran bantuan listrik akan dimulai. Dia hanya mengatakan penerapan PPN yang dinaikkan menjadi 12 persen pasti akan tertunda dengan adanya kebijakan tersebut.
Hal ini dilakukan agar masyarakat siap menghadapi dampak kenaikan pajak.
“Iya pasti tertunda, biarkan saja (stimulus) dulu. Ya itu saja (menunggu stimulus),” kata Luhut.
Pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen pada tahun depan. Perpanjangan tersebut dilakukan terkait dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Berdasarkan undang-undang ini, PPN akan naik menjadi 11 persen mulai tahun 2022 dan menjadi 12 persen mulai tahun 2025.
Namun rencana perluasan tersebut mendapat tentangan dari banyak pihak. Salah satunya adalah seorang karyawan.
Mereka telah mengeluarkan ancaman bahwa jika pemerintah tidak menghentikan kenaikan tersebut, mereka berencana melakukan protes besar-besaran.
“Jika pemerintah terus menaikkan PPN hingga 12 persen, apalagi tidak sesuai dengan kenaikan gaji sesuai ketentuan, maka KSPI dan serikat pekerja lainnya akan melakukan mogok nasional bersama 5 juta buruh di Indonesia,” kata Presiden. Partai Buruh. dan pernyataan Presiden KSPI Saeed Iqbal pada Selasa (19/11) kemarin.
Tak hanya buruh, petisi yang menolak rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 juga bergema di media sosial.
Bukan tanpa alasan, mayoritas website menilai kenaikan PPN sebesar 12 persen akan sangat membebani masyarakat, harga berbagai jenis kebutuhan pokok pun naik.
Faktanya, keadaan perekonomian masyarakat belum membaik, terutama pengangguran dan pensiun.
Aplikasi tersebut dibuat dan dibagikan oleh X Account @barengwarga pada Selasa (19/11). Dalam cuitannya, akun tersebut meminta pemerintah segera membatalkan kenaikan PPN.
“Kenaikan PPN akan membebani masyarakat secara langsung karena menyasar kebutuhan pokok. Jika kebijakan kenaikan pajak dibiarkan, maka harga sabun mandi berbahan bakar bensin (BBM) juga akan naik, sehingga secara langsung daya beli masyarakat akan ikut terpuruk. Jika terganggu maka akan sulit memenuhi kebutuhan hidup,” tulisnya di Twitter.
Selain penerapan, jaringan tersebut juga menampilkan gerakan gaya hidup minimalis sebagai bentuk perlawanan. Dalam gerakan ini, masyarakat diimbau untuk mengurangi konsumsi produk tertentu yang terkena PPN guna mengurangi beban pajak.
Luhut dengan santainya menjawab negatif.
Menurut Luhut, penolakan kenaikan PPN sebesar 12 persen muncul karena masyarakat belum mengetahui bahwa pemerintah sedang menyiapkan insentif bagi masyarakat terdampak.
“Karena masyarakat masih belum tahu kalau bangunan (insentif) ini ada, mari kita bahas dulu, (setelah) Presiden akan mengambil keputusan, dan dari situ akan dilanjutkan,” ujarnya. (Agustus/Sfr)