Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Luar Negeri RI Sugiono mengumumkan alasan Indonesia bergabung dalam forum ekonomi BRICS.
Menurut dia, tujuan Indonesia bergabung dengan BRICS adalah sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia. BRICS adalah forum ekonomi yang dipimpin oleh Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan.
“Kita bersatu, kita mempunyai kepentingan nasional. Kepentingan nasional kita yang pertama dan terpenting tentu saja menjaga dan melestarikan tanah air yang merupakan darah bangsa Indonesia. Tugas selanjutnya adalah meningkatkan kesejahteraan bersama,” Sugiono. ujarnya kepada wartawan usai menghadiri acara tersebut. Konferensi Kebijakan Luar Negeri Indonesia (CIFP) 2024, Casablanca, Jakarta, Sabtu (30/11).
Sugiono mengatakan forum internasional seperti BRICS diharapkan dapat menjadi wadah untuk membantu Indonesia mewujudkan harapan dan nilai-nilai tersebut.
Ia mengatakan, Republik Indonesia harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mengentaskan kemiskinan, mendorong swasembada pangan, dan kemandirian energi.
Oleh karena itu kita harus berkolaborasi dan berkolaborasi dengan semua negara dan semua kalangan, kata Sugiono.
Menteri Luar Negeri RI Sugiono menawarkan diri untuk bergabung dengan BRICS sebagai anggota tetap saat mengikuti KTT BRICS yang diselenggarakan di Kazan, Rusia pada 24 Oktober.
Setelah itu, Indonesia resmi menjadi negara mitra BRICS setelah mendapat undangan konferensi tersebut.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI Roy Soemirat menjelaskan, Indonesia kini menjadi negara yang menarik.
Masih ada beberapa kategori keanggotaan yang harus dilalui untuk menjadi anggota penuh BRICS. Kelompok-kelompok itu sendiri mencakup negara-negara yang berkepentingan, negara-negara yang diharapkan menjadi anggota BRICS (calon anggota BRICS), negara-negara anggota BRICS yang diundang (negara-negara anggota BRICS yang diundang) dan negara-negara anggota BRICS (anggota tetap BRICS).
Masalah Laut Cina Selatan
Pada kesempatan yang sama, Sugiono juga menjelaskan pernyataan bersama Indonesia dan China yang menimbulkan kontroversi karena tumpang tindih klaim.
Pada paragraf kesembilan disebutkan bahwa Indonesia dan Tiongkok telah mencapai kesepahaman penting mengenai “pembangunan bersama di wilayah yang tumpang tindih klaimnya”.
Hal ini menuai kritik, salah satunya adalah Hikmahanto Juwana, guru besar hukum internasional Universitas Indonesia.
Hikmahanto memperkirakan masih diragukan apakah kata-kata yang bertentangan dengan klaim dalam pernyataan tersebut ada kaitannya dengan klaim sepuluh (atau sembilan) titik Tiongkok yang bertentangan dengan klaim Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Laut Natuna Utara.
Terkait hal itu, Sugiono berpesan kepada masyarakat Indonesia untuk tidak memahami lebih dari sekedar teks.
“Detailnya belum kita bicarakan. Jadi bagaimana kita bisa memanfaatkan seluruh sumber daya yang ada untuk kesejahteraan. Jangan berpikir ke mana-mana,” ujarnya. (blq/agustus)