Jakarta, CNN Indonesia —
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memprediksi potensi cuaca ekstrem yang mengancam jalur penyeberangan Merak-Bakauheni, salah satu jalur pelayaran tersibuk di Indonesia.
BMKG bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan terkait antara lain Kementerian Perhubungan, KSOP, ASDP, TNI AL, Polres, Polda, Polairud, Basarnas dan Jasa Raharja.
Cuaca ekstrem menjadi ancaman nyata, terutama di pertigaan Jalan Merak-Bakauheni yang menjadi penghubung penting mobilitas masyarakat, kata Dwikorita dalam keterangannya, Senin (9/12).
“Dengan sinergi yang kuat dan penerapan SOP kontinjensi, kami dapat memitigasi risiko dan memastikan keamanan operasional,” tambahnya.
Langkah proaktifnya adalah BMKG bersama KSOP Benten melakukan verifikasi kesiapan sistem pemantauan dan pengendalian operasional kapal. Langkah ini bertujuan untuk mengintegrasikan informasi cuaca yang akurat ke dalam pengambilan keputusan operasional, sehingga arus penyeberangan tetap lancar bahkan ketika dihadapkan pada kondisi cuaca yang dinamis.
Selanjutnya, Dwikorita juga meninjau sistem pemantauan, analisis, dan transmisi informasi meteorologi kelautan di stasiun cuaca laut Kelas 1 Merak.
Sistem ini dirancang untuk memberikan informasi cuaca, gelombang, dan arus laut secara real-time kepada pihak-pihak terkait, termasuk operator kapal.
“Sistem yang andal memungkinkan kami memberikan peringatan dini, sehingga semua pihak dapat mempersiapkan langkah mitigasi secara tepat waktu,” ujarnya.
Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi V DPR RI, Rabu (12/4), Dwikorita mengatakan masa libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 akan bertepatan dengan puncak musim hujan.
Selain itu, beberapa kejadian yang berpotensi menimbulkan cuaca ekstrem juga diperkirakan akan terjadi pada periode tersebut.
“Saat ini kita sedang memasuki musim hujan, dan di sebagian wilayah Sumatera dan Jawa puncak musim hujan terjadi pada akhir Desember. Kemudian di beberapa daerah puncak musim hujan terjadi pada bulan Januari,” ujarnya.
Artinya, kita sedang atau menuju puncak musim hujan saat Nataru kembali ke rumah, tambahnya.
Tak hanya musim hujan, wilayah Indonesia bagian barat juga akan basah akibat lemahnya peristiwa La Niña. Menurut Dwikorita, kedua peristiwa tersebut, yaitu puncak musim hujan dan La Niña, dapat mengakibatkan banjir bandang yang skenario terburuknya adalah hujan lebat.
Kondisi ini juga diperparah dengan pergerakan udara dingin dari dataran tinggi Siberia.
Dwikorita menjelaskan, cuaca dingin membawa angin kencang, gelombang tinggi, dan peningkatan curah hujan. Peningkatan kecepatan angin dan gelombang tinggi ini akan terjadi khususnya di Laut Natuna.
Dalam kasus yang lebih ringan, cuaca dingin mengganggu aktivitas pengiriman. Dwikorita mencontohkan cuaca dingin pada tahun 2022 akan mengganggu aktivitas penyeberangan di pelabuhan.
Sedangkan skenario terburuknya adalah kemungkinan terjadinya banjir besar, yang merupakan pengulangan bencana banjir Jakarta pada Januari 2020.
(pinggang/tengah)