Jakarta, CNN Indonesia.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Comdigi) menyatakan telah memberantas 5,3 juta konten terkait perjudian online (judol) di ruang digital sejak 2017 hingga 10 Desember 2024.
Selama bulan Desember, Komdigi disebut telah menindak 72.543 konten, akun, dan situs terkait Judol untuk memberantas penyakit sosial di era digital ini.
“Kami mengapresiasi peran aktif masyarakat dalam pemberitaan konten perjudian online. Hal ini menunjukkan semakin banyak pihak yang sadar akan bahaya dan dampak negatif perjudian online terhadap keluarga dan masyarakat,” ujarnya. Kementerian Komunikasi dan Pendidikan Tinggi. . Tim Pengendali Konten Internet Perjudian Menharik Noor pada Selasa (10/12), dikutip dari Antara.
Sejak Kabinet Merah Putih beroperasi pada 20 Oktober hingga 9 Desember 2024, Komdigi telah menangani total 510.316 konten terkait Judal dengan 470.564 detail situs dan alamat IP.
21.259 konten dari platform Meta (Facebook dan Instagram), 11.077 konten dari file sharing, 4.537 konten dari Google/YouTube, platform X (2.480 konten dari Twitter), 264 konten dari Telegram, dan 133 konten dari TikTok.
Langkah mengelola Zoodol tidak hanya sekedar menghapus konten. Menurut Menharic, pemerintah akan terus memperkuat upaya preventif agar pemberantasan zoodol lebih efektif.
“Kami akan terus memperkuat langkah-langkah ini, termasuk menggunakan teknologi terkini untuk mengidentifikasi dan memblokir konten dengan lebih efektif,” ujarnya.
Selain menyasar website, Komdigi juga menindak akun media sosial yang memiliki banyak pengikut dan digunakan untuk mempromosikan perjudian online.
Beberapa di antaranya adalah akun Instagram @hotmoodly (291k pengikut), @montokbanggat (285k pengikut), @orang2mabok (163k pengikut) dan @njrtym_ (157k pengikut) yang memiliki jumlah pengikut yang banyak.
Komdigi mengingatkan, judol merupakan tindak pidana berat yang diatur dalam Pasal 27 Ayat 2 jo Pasal 45 Ayat 3 UU ITE.
Siapapun yang dengan sengaja menyebarkan atau membuat informasi perjudian elektronik akan diancam dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Ungkapan ini hendaknya menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang terlibat dalam aktivitas perjudian online sebagai pemain, promotor, atau fasilitator,” tutup Menharic.
(lom/jelek)