Jakarta, CNN Indonesia —
Masih banyaknya warga negara yang tidak menggunakan hak pilihnya, yaitu. abstain pada Pilkada 2024. Di banyak daerah, perolehan suara bahkan jauh di bawah jumlah pemilih abstain.
Misalnya saja di tingkat provinsi, ada 3.489.614 orang (42,48 persen) di Pilgub DKI Jakarta dari total 8.214.007 orang di DPT. Dan pada Pilgub Sumut, jumlah non-pemilih mencapai 50,69 persen dari total 10.771.496 orang.
Di tingkat kabupaten/kota misalnya pada Pilbup Bogor yang abstain sebanyak 1.620.838 orang atau setara 41 persen.
Jumlah golput tersebut melampaui pasangan calon pemenang Pilbup Bogor, Rudy Susmanto-Ade Ruhandi yang memperoleh 1.559.328 suara.
“Kemenangan Golput” inilah yang kemudian menjadi senjata bagi partai yang kalah pada Pilkada Serentak 2024 untuk menggugat hasil tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut pengamat politik Universitas Paramadin Arif Susanto, berdasarkan hukum formal Indonesia, jumlah surat suara yang tidak hadir dalam jumlah besar tidak akan mempengaruhi hasil pemilu atau pilkada.
Arif mengatakan, tidak ada aturan dalam undang-undang pilkada yang menyatakan golput dalam jumlah besar dapat membatalkan hasil pemilu. Namun dia melihat banyaknya golput bisa menurunkan legitimasi pemimpin terpilih di mata rakyatnya.
“Tapi kalau mempertanyakan legitimasi tentu berdampak pada legitimasinya. Dari calon hingga terpilih,” kata Arif kepada fun-eastern.com, Selasa (12/10) lalu.
Arif juga mengatakan, pemilih yang memilih abstain tidak bisa dihukum karena merupakan hak asasi manusia. Namun dia mengatakan jika ada orang yang menggerakkan lebih banyak orang untuk abstain melalui kebijakan moneter dan mengarahkan pemilih untuk memilih kandidat lain, mereka bisa dikenakan sanksi.
Arif melihat negara lain yang merupakan negara demokrasi maju dan bergerak menuju kebebasan memilih juga mengalami penurunan partisipasi pemilih.
Namun, meskipun tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu rendah, warga negara di negara-negara tersebut sangat aktif terlibat dalam politik di luar arena pemilu.
“Apakah penurunan tingkat partisipasi pemilu dibarengi dengan penurunan atau peningkatan partisipasi politik di luar pemilu? Jika partisipasi politik di luar pemilu mengalami peningkatan, berarti hal tersebut bisa menjadi pertanda adanya peningkatan kualitas partisipasi,” ujarnya. ditambahkan. katanya. .
Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri memiliki analisis tersendiri terhadap banyaknya orang yang tidak hadir pada Pilkada Indonesia 2024.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiart mengatakan, ada sejumlah faktor yang membuat angka golput pada Pilkada Serentak 2024 cukup tinggi. Dua di antaranya adalah kebosanan dan kondisi cuaca saat pencoblosan.
“Beda karena faktor administratif, karena faktor ideologi, karena faktor teknis, yang jaraknya terlalu dekat antara pemilu parlemen, pemilu presiden, dan pilkada pemimpin, bisa juga karena faktor kebosanan, lalu bisa juga karena faktor cuaca, bencana,” kata Bima di Kompleks Parlemen Jakarta, Selasa lalu.
Ditambah lagi ada faktor TPS yang lebih sedikit sehingga pemilih terlalu jauh menuju TPS.
“Jadi faktornya banyak, tidak ada satu faktor pun yang bisa menjelaskannya, tapi apapun itu, partisipasi politik yang tinggi jelas lebih baik untuk legitimasi demokrasi,” ujarnya.
Meski jumlah pemilihnya sedikit, Bima menegaskan hasil Pilkada tetap sah.
“Betul, legitimasi yang lain adalah legitimasi dari segi kinerja pemerintah, banyak juga yang terpilih lewat pemungutan suara ya, tapi kemudian mereka bisa membangun legitimasi pemerintah dengan kinerjanya, karena kinerjanya bagus. , “tambahnya. kata Bima. .
(tim/anak)