Jakarta, CNN Indonesia.
Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahindra mengatakan, pemindahan narapidana Mary Jane Fiesta Veloso ke Filipina akan diproses pada Desember 2024.
Proses pemindahan Mary Jane diperkirakan akan berlangsung pada Desember 2024, ujarnya dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (20/11).
Usril mengatakan, dia menerima permintaan dari Menteri Kehakiman Filipina Jesus Crispin Remula untuk memindahkan tahanan Mary Jane. Ia mengatakan, permintaan tersebut juga telah dibicarakan dengan Duta Besar Filipina untuk Jakarta Gina A. Jamorlin.
“Semuanya kami bahas secara internal di kementerian di bawah koordinasi Kemenko Kumham dan IMIPAS dan melaporkannya kepada Presiden Prabowo yang menyetujui kebijakan pemindahan tahanan ini,” jelasnya.
Meski sudah mendapat persetujuan Presiden Prabowo, Usril menegaskan, proses ekstradisi terdakwa kasus peredaran narkoba Mary Jane hanya bisa diproses jika syarat yang ditetapkan pemerintah Indonesia dipenuhi oleh pemerintah Filipina.
Syarat pertama, kata dia, Filipina harus mengakui dan menghormati keputusan akhir pengadilan Indonesia yang menghukum warga negaranya yang terbukti melakukan tindak pidana di wilayah Indonesia.
Kedua, narapidana dipulangkan ke negara asalnya untuk menjalani sisa hukumannya sesuai dengan keputusan pengadilan Indonesia. Ketiga, biaya transportasi dan keamanan selama perjalanan ditanggung oleh negara masing-masing.
Usril menjelaskan, jika proses pemindahan tahanan Mary Jane benar-benar terwujud, maka kewenangan pembinaan akan diserahkan kepada pemerintah Filipina.
“Setelah kembali ke negaranya dan menjalani hukuman di sana, hak narapidana atas pendidikan menjadi hak negaranya,” jelasnya.
Karena itu, ia mengatakan, kemungkinan Mary Jane bisa selamat dari hukuman mati berkat pengampunan dari Presiden Filipina Ferdinand Bongbong Marcos Jr.
Usril mengatakan, pengampunan tersebut bisa jadi karena hukum pidana Filipina telah menghapuskan hukuman mati.
“Ada kemungkinan Presiden Marcos akan mengampuni dan mengubah hukumannya menjadi penjara seumur hidup,” ujarnya.
“Dengan mempertimbangkan penghapusan hukuman mati dalam KUHP Filipina, maka tindakan tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan Presiden Filipina,” imbuhnya. (tfq/tidak)