Jakarta, CNN Indonesia —
Menlu Sugiono menjawab pertanyaan dan kekhawatiran Komite I DPR mengenai pernyataan bersama Indonesia dan China mengenai Laut Cina Selatan.
Anggota DPR khawatir deklarasi ini akan mengubah prinsip politik luar negeri yang bebas, aktif, dan mandiri. Sejumlah pihak juga menduga pernyataan bersama tersebut bisa jadi terkait dengan pengakuan Indonesia atas klaim China atas sembilan garis putus-putus.
Jika benar demikian, banyak yang menduga Indonesia akan mengubah arah kebijakan dan prinsip negaranya.
Kekhawatiran tersebut diungkapkan Sugiono saat rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (12 Maret).
“Mengenai deklarasi bersama antara pemerintah Republik Indonesia dan Republik Rakyat Tiongkok disebutkan bahwa kita akan melakukan [kerja sama] pembangunan bersama di bidang-bidang yang disebut tumpang tindih klaim, kemudian berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. Saya pikir teksnya seperti ini. Dan itu benar-benar terjadi,” katanya.
“Liriknya gitu, nggak ada persepsi di situ. Gara-gara apa? Karena nggak ada,” imbuh Sugiono.
Ia juga membantah Indonesia mengakui klaim China atas sembilan garis putus-putus. Negeri Tirai Bambu ini mengakui sebagian besar wilayah di perairan LCS.
Tadi juga disebutkan bahwa kita mengakui sembilan garis putus-putus. Di sana (pernyataan bersama) kita tidak menyebutkannya, kita tidak mengakui apa pun, kata Sugiono.
Selain itu, dia menjelaskan hingga saat ini belum ada pernyataan Indonesia akan bekerja sama dalam isu-isu yang dianggap tumpang tindih.
Sugiono kemudian menegaskan, Indonesia di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ingin meningkatkan kerja sama dengan negara tetangga di kawasan karena kepentingan nasional.
Indonesia, lanjutnya, ingin memanfaatkan sumber daya alam dan kekayaannya untuk kepentingan bersama.
“Masalah kedaulatan kami tidak mengubah posisi kami,” katanya.
Pernyataan bersama tersebut, kata Sugiono, memuat kalimat yang menyebut Indonesia akan mengadopsi Konvensi PBB tentang Hukum Laut, UNCLOS, dan undang-undang perbatasan negara yang berlaku.
Aturan tersebut, lanjutnya, menjadi pedoman bagi Indonesia dalam merealisasikan kerja sama dengan Tiongkok.
Lebih lanjut, Sugiono menegaskan, pernyataan bersama tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan kerja sama tetap sesuai dengan prinsip saling menghormati.
“Indonesia juga tetap pada pendiriannya bahwa tidak ada proses hukum internasional yang tepat untuk menangani sembilan garis putus-putus,” ujarnya.
Indonesia juga menyatakan bahwa seluruh perjanjian internasional dan perjanjian bilateral yang ada tetap sah.
Tak hanya itu, Sugiono mengaku konsisten mematuhi Kode Etik atau Kode Etik Laut China Selatan dalam aktivitas yang berdampak pada DPR.
Sebelumnya, sejumlah anggota Komisi I DPR mempertanyakan Sugiono terkait pernyataan bersama RI-China tentang kerja sama maritim, khususnya terkait LCS.
Anggota Fraksi Partai NasDem DPR Amelia Anggraini mempertanyakan posisi Indonesia.
Ia mengatakan, ada kebingungan masyarakat mengenai klaim teritorial China di Laut China Selatan dan pernyataan bersama RI-China.
“Ada dugaan mengacu pada pernyataan bersama bahwa Indonesia telah mengubah sikap dengan mengakui klaim China,” kata Amelia.
Ia kemudian berkata: “Meskipun Kementerian Luar Negeri menjelaskan bahwa pengakuan tersebut tidak ada. Namun pernyataan ini menimbulkan kekhawatiran di kawasan.”
Amelia kemudian meminta Sugiono menyelesaikan masalah tersebut dan menyarankan agar Indonesia bisa menjaga hubungan baik dengan negara tetangga.
“Dalam forum ini kami meminta Menteri menjelaskan pernyataan bersama Indonesia dan China,” ujarnya.
Anggota DPR dari Fraksi NasDem ini berharap tidak ada kesepakatan dalam perjanjian yang tidak transparan.
Kekhawatiran serupa juga diungkapkan Anggota Fraksi PDIP DPR TB Hasanudin.
Ia mengatakan, Indonesia sudah lama menolak sembilan garis putus-putus dan menghormati hukum internasional.
“Dengan pernyataan ini, seolah-olah akan ada kerja sama di bidang yang kami tolak,” kata Hasanuddin.
“Saya mohon klarifikasi: apakah benar kita akan bekerja sama dalam sembilan garis putus-putus yang sebelumnya kita tolak, atau ada pendapat berbeda, mohon klarifikasi,” imbuhnya.
Tak lebih dari itu, Anggota DPR dari Fraksi Demokrat, Rizki Natakusumah, menegaskan kode etik yang tertuang dalam pernyataan bersama RI-China.
“Ini mengejutkan saya. Kita tahu bahwa Tiongkok sendiri menentang rencana CoC, mereka lebih memilih kebijakan bilateral,” kata Riski.
“Pertanyaan saya apakah prinsip dasar dan dasar pemikiran CoC yang tertuang dalam pernyataan bersama itu sama dengan yang kita usulkan selama ini,” imbuhnya. (isa/bac)