
Surabaya, CNN Indonesia —
Direktur Pemasaran PT Toyota-Astra Motor (TAM) Anton Jimmi Suwandy mengatakan Toyota akan berusaha untuk tidak menaikkan harga produknya akibat kenaikan PPN dari 11 menjadi 12 persen. pada awal tahun 2025 dan pengalihan kepemilikan Motor Pojazd. Opsi Pajak Bumi dan Bangunan (BBNKB) akan mulai berlaku tahun depan.
Menurut Anton, langkah tersebut tidak mempengaruhi daya beli masyarakat untuk membeli mobil Toyota.
“Kami berusaha menjaganya semaksimal mungkin agar tidak ada kenaikan harga di pihak kami,” kata Anton Surabaya, Kamis (12/12) malam.
Anton menjelaskan, strategi ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya ketika harga mobil meroket di awal tahun karena berbagai alasan.
“Ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, biasanya di awal tahun kami menaikkan harga karena biaya naik,” kata Anton.
Anton menjelaskan, kenaikan harga mobil di awal tahun secara umum disebabkan oleh penyesuaian upah minimum (UMP) dan biaya produksi di provinsi. Namun, TAM mencoba “mengalihkan” beban tersebut ke konsumen.
“Karena gaji UMP juga naik. Imbasnya seharusnya harga mobil naik, tapi saat ini kami sedang berbicara dengan pabrikan untuk tidak menaikkan harga Toyota, tapi menurunkannya agar naik 1%. opini publik dianggap tinggi.” kata anton.
Selain itu, Toyota berharap pemerintah juga ikut memberikan insentif kepada industri otomotif yang terpuruk dalam beberapa tahun terakhir.
“Pada saat yang sama, kami juga berharap insentif dari pemerintah pusat atau daerah dapat segera diterapkan pada bulan Januari,” kata Anton.
Penjualan mobil tahun ini diperkirakan mencapai 850.000 unit, revisi dari sebelumnya 1,1 juta unit.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Kukuh Kumara memperkirakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen dan kemungkinan penerapan pajak tersebut pada tahun depan akan mendorong penjualan mobil tahun depan hingga 500.000 unit.
Hal ini tidak diinginkan oleh para pelaku industri otomotif karena berdampak pada nasib buruh pabrik.
Menurut Kukuha, berdasarkan simulasi Gaikindo yang dilakukan bersama pakar ekonomi setempat, penerapan dua pajak tersebut saat ini dinilai kurang tepat karena menurunnya daya beli masyarakat.
“Kalau kenaikannya lebih dari 5 persen, dampaknya akan sangat parah. Tahun ini saja, target penjualan diubah dari 1 juta unit menjadi 850.000 unit.”
Pada tahun 2013, penjualan kendaraan roda empat di dalam negeri hanya berkisar satu juta. Angka tersebut dinilai ironis bahkan terkesan tidak tepat.
“Sejak 2013, penjualan tahunan mencapai sekitar satu juta unit. Ironis sekali. Ternyata salah satu penyebab utama stagnasi ini adalah fenomena menurunnya kasta kelas menengah,” ujarnya kemudian.
(perintah/mikrofon)