Jakarta, CNN Indonesia —
Kementerian Perdagangan (Kemendag) membuka kemungkinan mengkaji ulang bea masuk susu yang diimpor secara gratis dari Selandia Baru dan Australia.
Pembebasan bea masuk terhadap susu yang diimpor dari kedua negara tersebut disebut menjadi alasan industri lebih memilih susu impor sehingga membatasi penyerapan susu dari peternak lokal.
Akibatnya, para petani membuang hasil panen susunya.
Kepala Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Fajarini Puntodewi mengatakan kebijakan tarif nol persen terhadap susu impor merupakan bagian dari Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) yang ditandatangani Indonesia dengan Selandia Baru dan Australia. Dikatakan bahwa FTA bisa direvisi.
Dia mencontohkan FTA Indonesia-Jepang yang juga direvisi.
“Ini bisa dikaji ulang, kita lihat Jepang misalnya,” ujarnya di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (18/11).
Fajarini mengatakan FTA bisa direvisi dalam jangka waktu tertentu. Namun, dia belum bisa memastikan kapan FTA Indonesia-Selandia Baru-Australia bisa direvisi.
“FTA itu punya masa peninjauan, seperti dengan Jepang. Hanya ada satu periode, misalnya setelah beberapa tahun peninjauan,” jelasnya.
Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi sebelumnya mengungkapkan Indonesia bisa saja kebanjiran susu impor. Menurut dia, penyebab utama permasalahan tersebut adalah adanya pembebasan atau bebas pajak impor atas impor susu.
Negara-negara pengekspor susu seperti Selandia Baru dan Australia juga merasakan manfaatnya.
“Negara-negara pengekspor susu mendapatkan keuntungan dari perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia yang menghapuskan bea masuk produk susu, sehingga harga produk mereka setidaknya lima persen lebih murah dibandingkan eksportir produsen susu lainnya,” ujarnya saat konferensi pers di Kementerian Koperasi. . Kantor, Senin (11/11).
Faktor kedua, harga lebih murah. Budi mengatakan, situasi tersebut diperburuk karena Industri Pengolahan Susu (IPS) tidak mengimpor susu segar, melainkan susu skim atau bubuk.
Akibatnya, peternak sapi perah lokal merugi karena harga susu segarnya lebih murah.
“Bahkan, kualitas susu skim jauh lebih rendah dibandingkan susu sapi segar karena telah melalui berbagai macam pemanasan atau ultra-processing,” tambah Budi.
(fby/sfr)