Jakarta, CNN Indonesia –
Remaja berinisial T (14) asal Bogor, Jawa Barat, meraih popularitas besar setelah diduga mengalami transisi gender dari perempuan menjadi laki-laki.
Diketahui, orang tua (S) mulai curiga karena anaknya, meski sudah remaja, belum juga menstruasi. Ia pun percaya bahwa anaknya terlahir sebagai perempuan.
Kondisi yang diduga menyebabkan perubahan jenis kelamin ini mulai terlihat pada kelas akhir sekolah dasar dengan munculnya benjolan pada anak yang kemungkinan menyerupai alat kelamin.
“Konon, setelah kelas 4 atau 5 SD, penis anaknya tumbuh [dia seharusnya menjadi penis]. Dia tidak bilang malu atau takut sama orang tuanya,” kata S. kepada wartawan, mengutip detikhealth, Senin (16/12).
S juga mengatakan bahwa T mempunyai sikap yang maskulin. T dikenal selalu mengikuti kegiatan seperti sepak bola dan futsal serta selalu meraih kemenangan.
T sendiri mendapat instruksi dari sekolahnya untuk tidak datang ke sekolah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan setelah virusnya menjadi viral.
Karena masa haidnya tidak kunjung tiba, pihak keluarga memutuskan untuk memeriksakan diri ke dokter. Pemeriksaan UGH menunjukkan bahwa T adalah laki-laki. Bahkan secara fisik, T menunjukkan kecenderungannya terhadap bentuk fisik yang maskulin.
Ahli Urologi Hilman Hardiansyah mengaku belum bisa berkomentar dengan baik karena belum melihat langsung kondisi pasien.
Namun Hilman menyatakan, ada kemungkinan anak tersebut akan mengidap penyakit kelamin ambigu, yakni yang disebut dengan penyakit kelamin. gangguan perkembangan seksual (DSD).
DSD mengacu pada kondisi perkembangan seksual abnormal seseorang. Hal ini terjadi ketika alat kelamin bayi tidak jelas atau tidak jelas, apakah laki-laki atau perempuan.
Untuk memastikan penyakitnya, pasien harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut, seperti tes kromosom.
Kondisi ini bisa diketahui setelah pasien lahir dan dilakukan analisis kromosom, kata Hilman.
Menurut Hilman, penyebab kondisi tersebut tak lain adalah faktor genetik, hormonal, lingkungan, dan kehamilan.
Faktor genetik, misalnya deteksi kromosom abnormal, mutasi gen, dan sindrom genetik seperti sensitivitas Klinefelter, Turner, atau androgen.
Sedangkan faktor hormonal biasanya dipicu oleh ketidakseimbangan hormonal, kelainan kelenjar adrenal seperti hiperplasia adrenal kongenital (CAH), dan disfungsi testis atau ovarium.
Selain faktor genetik dan hormon, jelas Hilman, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi kelainan pada perkembangan alat kelamin. Misalnya paparan bahan kimia seperti pestisida dan polusi udara, radiasi saat hamil, serta infeksi rubella atau toksoplasmosis saat hamil.
Kehamilan dengan komplikasi seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit autoimun juga dapat berkontribusi terhadap penyakit ini. Ini juga termasuk penggunaan narkoba selama kehamilan. (pl/asr)