Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Pemberdayaan Ibu dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifa Fauzi mengatakan penyalahgunaan media dan alat sosial menjadi penyebab meningkatnya kasus kekerasan terhadap anak di Indonesia.
Tingkat kekerasan terhadap anak dan perempuan sudah mencapai tingkat darurat menurut Arifatul.
“Kita melihat kekerasan yang dilakukan anak karena kurangnya koreksi orang tua, serta penggunaan gadget dan media sosial yang cerdik, kini terjadi situasi darurat kekerasan terhadap anak dan perempuan,” kata Arifatul. Mulai dari program. Temuan penelitian khusus mengenai pengalaman hidup anak dan remaja, peluncuran hasil Kajian Kualitatif Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Tahun 2024 dan peluncuran program perlindungan anak ‘Klik Pertama’ dalam lingkungan digital di TK dan SD Kartini di Tangerang, Banten. . (16/12) Salah satu tantangan terbesar saat ini, kata dia, adalah sulitnya orang tua membatasi penggunaan media sosial atau gadget oleh anak. Situasi ini diperparah dengan anak-anak yang tidak lagi berinteraksi dengan teman sebaya dan komunitas lingkungan sekitarnya.
Arifatul mengatakan perlu ada cara untuk mengalihkan pikiran anak-anak dari media sosial dan gawai ke aktivitas yang lebih baik untuk mengatasi masalah ini.
“Anak-anak hendaknya melakukan aktivitas yang baik dan bermanfaat agar bisa berinteraksi dengan lingkungannya, dibandingkan hanya berdiam diri di ruangan sambil bermain gadget atau media sosial,” ujarnya.
Seiring kemajuan teknologi, perangkat dan jejaring sosial menjadi lebih mudah diakses oleh anak-anak. Hal ini memungkinkan mereka terpapar pada hal-hal yang tidak sesuai dengan usianya, antara lain kekerasan, ujaran kebencian, atau perilaku berbahaya lainnya.
Kurangnya pengawasan orang tua dan kurangnya kesadaran akan penggunaan teknologi yang benar telah memperburuk masalah ini.
Menghabiskan terlalu banyak waktu online dapat menghalangi anak-anak mempelajari keterampilan sosial yang penting seperti komunikasi tatap muka dan kerja sama. Hal ini dapat memicu emosi yang tidak terkendali, apalagi jika anak kesulitan menangani konflik atau tekanan di dunia nyata.
Arini mengimbau para orang tua untuk aktif mengawasi anaknya terutama dalam penggunaan media sosial dan gadget.
Selain itu, Ariini juga merekomendasikan kolaborasi berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Pemerintah, sekolah, dan masyarakat harus bekerja sama dalam menyediakan fasilitas teknologi pendidikan seperti pelatihan penggunaan jejaring sosial yang baik bagi anak dan orang tua.
Ia mengatakan, sangat diperlukan kerja sama berbagai komunitas dan semua orang harus terlibat dalam menyelesaikan masalah ini. (tst/asr)