Jakarta CNN Indonesia —
Kasus perundungan di lingkungan sekolah masih menjadi permasalahan serius di Indonesia. Anehnya, banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa anaknya menjadi korban bullying.
Arifa Fauzi, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), angkat bicara mengenai hal tersebut. Saat menghadiri peluncuran hasil survei kualitatif pengalaman hidup anak dan remaja di Tangerang, Banten pada Senin (16/12).
“Banyak orang tua yang tidak mengetahui hal itu pada anaknya Korbannya adalah korban bullying,” kata Arefa.
Ketidaktahuan ini terjadi karena kurangnya interaksi yang berujung pada buruknya pola komunikasi antara orang tua dan anak. Oleh karena itu komunikasi antara orang tua, sekolah dan anak sangat penting untuk mengatasi permasalahan tersebut.
Dari informasi Kementerian Pendidikan ditemukan hal itu Kasus perundungan pada anak usia sekolah terus meningkat. Pada tahun 2022, terdapat kurang lebih 2.500 kasus perundungan yang dilaporkan dari berbagai daerah.
Bentuk-bentuk bullying juga semakin beragam. Mulai dari verbal, fisik, hingga cyberbullying. Mereka menjadi lebih luas seiring dengan perkembangan teknologi.
“Sayangnya, anak-anak Keterbukaan untuk membicarakan kejadian tersebut dengan orang tua seringkali terhambat karena kurangnya komunikasi dalam keluarga,” ujarnya.
Arifah menjelaskan berbagai alasan mengapa banyak orang tua tidak menyadari anaknya Mereka sendiri sedang diintimidasi. Inilah beberapa di antaranya.
1. Kurangnya komunikasi terbuka dalam keluarga
Terkadang orang tua sibuk dengan pekerjaan. Jadi saya tidak punya waktu untuk memahami perasaan anak saya. Anak juga tidak mau bercerita karena takut dimarahi atau tidak didengar.
2. Anak sangat tidak mau ditangani.
Cara yang kasar atau otoriter dapat menyebabkan anak menjauhkan diri dan menginternalisasi perasaannya. Hal ini membuat anak-anak Kurang terbuka tentang apa yang mereka terima di sekolah
3. Anggap saja itu hanya “lelucon”.
Banyak orang tua mengabaikan cerita anak-anak mereka tentang bullying. Apakah ini perilaku normal atau hanya lelucon?
Untuk mengatasi masalah ini Semua pihak perlu bekerja sama. Hal ini mencakup orang tua, sekolah dan masyarakat. Orang tua harus mendengarkan anak-anak mereka dengan cermat dan sesuai dengan waktu mereka.
“Ciptakan suasana nyaman untuk berkomunikasi. sehingga anak-anak Rasanya aman untuk membicarakan apa yang terjadi di sekolah,” katanya.
Orang tua juga harus memperhatikan perubahan perilaku anaknya, misalnya saat anak menjadi lebih pendiam. Cenderung menarik diri mengalami penurunan prestasi akademik atau terluka secara fisik tanpa penjelasan yang jelas Tanda-tanda ini bisa jadi merupakan indikasi ada sesuatu yang salah pada dirinya.
“Sekolah dan orang tua juga harus bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak. Sekolah harus memiliki mekanisme yang jelas untuk mencegah dan menangani perundungan,” jelasnya.
Penting untuk diingat bahwa tanggung jawab untuk melindungi anak-anak dari penindasan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah. tetapi juga kepada orang tua dan masyarakat. Semua pihak harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan sehat bagi anak.
“Komunikasi yang baik, keterbukaan, dan kepedulian satu sama lain adalah kunci untuk memastikan bahwa kejadian-kejadian bullying tidak meninggalkan kesan mendalam dalam pikiran dan masa depan generasi muda,” ujarnya.