Jakarta, CNN Indonesia —
Sebuah penelitian terbaru mengungkap fakta mengejutkan tentang kondisi kesehatan mental remaja di Jakarta.
Data menunjukkan 34 persen siswa SMA di Jakarta mengalami gejala gangguan jiwa. Sebanyak 30 persen di antaranya ditemukan memiliki gejala sering marah dan cenderung agresif.
Kajian tersebut dilakukan oleh Health Collaborative Center (HCC) dan Fokus Kesihatan Indonesia (FKI). Penelitian ini melibatkan 741 siswa dan 97 guru di Jakarta.
Ketua tim peneliti HCC, Ray Wagiu Basrowi mengatakan, hasil penelitian ini menjadi sinyal kuat adanya masalah kesehatan mental yang signifikan pada kelompok usia remaja.
Penelitian yang kami lakukan adalah memotret, memotret kondisi, indikasi, risiko, potensi dampak terhadap mental generasi muda yang akan menjadi pemimpin di Indonesia emas 2045, kata Ray saat memaparkan laporan kajian di Jakarta, Selasa. . 17/12).
Permasalahan tersebut biasanya disebabkan oleh konflik dengan teman sebaya (26 persen), gangguan emosi seperti rasa cemas yang berlebihan (23 persen), dan hiperaktif yang mengganggu konsentrasi (29 persen).
Angka prevalensi tersebut, lanjut Ray, jauh melebihi ekspektasi berdasarkan penelitian sebelumnya. Diperlukan analisis yang lebih mendalam untuk mengetahui faktor penyebabnya.
Pemilihan kota Jakarta sendiri dinilai sebagai kawasan yang tepat. Pasalnya Jakarta memiliki ciri khas yang beragam sehingga mampu mewakili remaja seluruh Indonesia.
“Review ini dilakukan dengan kaidah keilmuan standar. Kami mengambil sampel 3 sekolah. Ada Jakarta Selatan, Utara, dan Timur. Ketiganya mewakili situasi remaja di Jakarta,” sambung Ray.
Sayangnya, meski permasalahan kejiwaan menjadi ‘tontonan’ yang dihadapi remaja, namun masih sedikit di antara mereka yang datang ke ruang konseling untuk mendiskusikannya. Sekitar 67 persen responden remaja mengaku enggan mengunjungi ruang CC untuk berkonsultasi.
Daripada mendatangi ruang konseling, teman sebaya masih menjadi pilihan utama untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi. Sebanyak 55 persen remaja mengaku sering curhat kepada teman sebayanya dan hanya 8 persen yang bersedia terbuka kepada guru di sekolah. Masih ada temuan positif
Meski demikian, penelitian ini masih memuat beberapa fakta yang menggembirakan. Sebanyak 86 persen remaja memiliki kemampuan berinteraksi positif.
โMereka masih bisa bersosialisasi dengan baik, seperti menghormati orang yang lebih tua. Jadi masih ada harapan,โ kata Ray.
Menurut Ray, hal tersebut perlu ditingkatkan karena keterampilan sosial mudah hilang dan tergerus.
“Setajam apapun jangan sampai tergerus. Masih ada waktu 20 tahun lagi [Indonesia emas 2045]. Anak-anak yang sudah punya landasan emosi harus terus dididik,” pungkas Ray. (pli/asar)