JAKARTA, CNN Indonesia —
Badan Meteorologi, Iklim, dan Geofisika (BMKG) mewaspadai kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem di Jawa Timur akibat anomali iklim global yang masih terjadi. Situasi ini berpotensi memicu bencana di wilayah tersebut.
Direktur BMKG Dwikorita Karnawati menunjukkan fenomena La Niña yang ditandai dengan penurunan suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Hindia meningkatkan pembentukan awan hujan. Kondisi tersebut mengakibatkan tingginya curah hujan di banyak wilayah Jawa Timur.
Selain La Niña, BMKG juga mengamati dampak monsun Asia, gelombang Madden-Julian Oscillation (MJO), serta gelombang Kelvin dan Rossby khatulistiwa. Fenomena tersebut meningkatkan intensitas curah hujan di wilayah Laut Natuna, Jabodetabek, Jawa Barat, dan Jawa Timur.
Intensitas hujan diperkirakan meningkat signifikan pada 21 Desember, berkurang sedikit pada 22-23 Desember, dan meningkat lagi pada 24 Desember, kata Dwikorita dalam keterangan resmi, Rabu (18/12).
Puncak cuaca ekstrem diperkirakan terjadi pada Desember 2024 hingga Januari 2025, dan intensitas hujan diperkirakan terus meningkat menjelang libur Natal dan Tahun Baru Imlek.
BMKG menyebutkan, hujan lebat disertai angin kencang diperkirakan akan terjadi di beberapa wilayah Jawa Timur dalam tujuh hari ke depan, termasuk wilayah rawan banjir Bangkalan, Bondowoso, Gresik, dan Banyuwangi.
BMKG juga memperkirakan curah hujan tinggi di Jawa Timur pada Desember 2024. Di wilayah ini, diperkirakan terdapat lebih dari 70% kemungkinan terjadinya curah hujan sedang (51-150mm) dan lebih dari 60% kemungkinan terjadinya hujan lebat (151-300mm).
Berdasarkan prakiraan hujan tersebut, BMKG memperkirakan kemungkinan akan terjadi banjir di sejumlah wilayah pada periode tersebut. Berikut daftarnya:
– Blitar: Gandusari, Kecamatan Nglegok – Gresik: Sangkapura, Kecamatan Tambak – Jember: Bangsalsari, Panti, Sumberbaru, Kabupaten Tanggul – Malang: Kecamatan Ngantang – Pacitan: Kebonagung, Pacitan, Kabupaten Pringkuku – Probolinggo: Krucil, Kabupaten Tiris
Selain ancaman banjir, gelombang tinggi 1,25 hingga 2,5 meter diperkirakan akan terjadi di perairan selatan Jawa Timur. Daerah yang mungkin terdampak antara lain Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, dan Banyuwangi.
Mempersiapkan peralatan pemantau cuaca
BMKG menyiapkan alat pemantauan cuaca seperti Automatic Weather Observation System (AWOS), Low Wind Warning and Alert System (LLWAS), dan Marine Automatic Meteorological Station (MAWS) untuk menanggulangi ancaman iklim ekstrem di Jawa Timur.
Dwikorita mengamati langsung fungsi alat-alat tersebut di Surabaya.
Misalnya saja AWOS yang berperan penting dalam memantau kondisi meteorologi di Bandara Juanda, khususnya terkait keselamatan penerbangan. LLWAS mendeteksi potensi pergeseran angin atau wind shear yang dapat mengganggu penerbangan.
Sementara itu, MAWS memantau cuaca laut di Pelabuhan Tanjung Perak untuk menjamin keselamatan navigasi dan kelancaran kegiatan pelabuhan.
Operasi perubahan cuaca
Sebagai upaya mitigasi, BMKG melaksanakan operasi modifikasi meteorologi (OMC) bekerja sama dengan BNPB, pemerintah Jawa Timur, dan pemangku kepentingan terkait. Operasi tersebut bertujuan untuk mengendalikan curah hujan pada musim hujan di wilayah rawan bencana.
Operasi dimulai pada 18 Desember dan menggunakan pesawat Cessna Caravan C208B-EX untuk menyebarkan benih ke awan guna memastikan hujan turun di wilayah yang lebih aman.
“Hal ini merupakan upaya BMKG dalam menjaga keselamatan masyarakat di seluruh penerbangan dan pelabuhan, terutama terhadap ancaman kejadian cuaca ekstrim. Mohon doanya untuk kita semua agar dapat menjalankan misi dengan hati-hati, hati-hati, cepat, tepat dan tepat,” katanya. . (wnu/dmi)