Jakarta, CNN Indonesia —
Korea Utara sama sekali tidak menanggapi gejolak politik yang terjadi di negara tetangganya, Korea Selatan, menyusul drama darurat militer pekan lalu berupa pemakzulan Presiden Yoon Suk-yul.
Menurut pemberitaan Yonhap pada Minggu (15/12), bungkamnya media Korea Utara berbeda dengan tahun 2016, ketika presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, dimakzulkan.
Hingga pukul 9 pagi di Korea Selatan pada hari Minggu, media Korea Utara, termasuk surat kabar utama Rodong Sunmoon dan kantor berita negara Korea Utara KCNA, belum menerbitkan laporan mengenai dakwaan Yun.
Namun, ketika Park didakwa pada 9 Desember 2016, outlet media Korea Utara Uriminzokkiri langsung melaporkan dalam waktu empat jam bahwa Pengadilan Nasional telah menyetujui dakwaan Park.
Media pemerintah Korea Utara KCNA juga melaporkan dakwaan Park malam itu.
Yonhap percaya bahwa diamnya pemerintah Korea Utara dan media dipandang sebagai langkah negara komunis tersebut untuk memisahkan diri dari Korea Selatan.
Teori ini didasarkan pada deklarasi negara-negara Korea mengenai hubungan kedua negara yang bertetangga namun bermusuhan.
Bukan sekedar tudingan, media Korea Utara juga hanya memberitakan kudeta militer mendadak yang dilakukan Presiden Yoon pada 11 Desember, karena mulai menimbulkan kekacauan pada 3 Desember 2024.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol diberhentikan sementara dari kursi kepresidenan setelah kantornya menerima pemberitahuan pemakzulan dari Majelis Nasional (Parlemen) pada Sabtu (14/12).
Penghentian sementara dimulai pada pukul 19.24 waktu setempat pada Sabtu (14/12), sekitar dua setengah jam setelah Majelis Nasional meloloskan mosi pemakzulan terhadap Yun dengan pemungutan suara 204-85.
Keputusan pemakzulan di parlemen masih harus menunggu konfirmasi dan konfirmasi dari legislatif Korea Selatan sebelum Yoon dapat dicopot.
Dengan cara ini, Perdana Menteri Han Duk-soo menjadi presiden sementara Korea Selatan.
(grup/akhir)