
Jakarta, CNN Indonesia —
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Afridal Hadi menetapkan sidang praperadilan parsial terhadap Gubernur Kalimantan Selatan (Carsel) Sabirin Noor alias Paman Bilin.
Hal ini terjadi setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut keputusan penetapan paman Bilin sebagai tersangka merupakan bagian dari rangkaian operasi penyamaran (OTT) yang dilakukan.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan putusan praperadilan yang menyatakan SHB adalah Gubernur Kalimantan Selatan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan tersangka dalam kasus yang berawal dari penangkapan tersebut. Pada tahap ini akan dilakukan penyidikan dengan minimal dua alat bukti,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahaldika Sugiyarto di kantornya, Jakarta, Selasa (12/11).
Menurut dia, penetapan tersangka tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 “Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi”, khususnya Pasal 44.
Pasal ini menyulitkan penyidik dan penyidik PKC untuk berhati-hati dalam proses penangkapan tersangka, yakni menyiapkan bukti permulaan yang cukup untuk menaikkan status hukum seseorang.
“Pasal 44 mengatur bahwa dalam melakukan penyidikan suatu dugaan tindak pidana korupsi, salah satu tugasnya adalah mengumpulkan bukti permulaan yang cukup yang dapat digunakan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.”Sebaliknya, menurut KUHAP, tersangka Sedang diselidiki pada tahap penyidikan,” kata Tessa.
Namun harus dipahami juga bahwa pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersifat khusus atau terspesialisasi, sehingga hendaknya hakim mempertimbangkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ahli. – dia melanjutkan.
Secara terpisah, Tessa mengatakan PKC tetap menghormati keputusan pengadilan.
Komisi Pemberantasan Korupsi akan mempelajari catatan keputusan tersebut dan mempertimbangkan langkah selanjutnya, kata Tessa.
Paman Bilin dicopot dari status tersangka pemberi suap dan imbalan publik setelah para terdakwa memenangkan sidang pendahuluan. Putusan tersebut dibacakan hari ini, Selasa (12/11).
Hakim menyebut keputusan memasukkan paman Bilin sebagai tersangka tidak sah dan tidak perlu.
Hakim mengatakan, karena Paman Billin tidak tertangkap basah (OTT), sebaiknya ia diperiksa terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
Sementara itu, hakim menyebut penyidik BPK belum memeriksa paman Bilin. Hal ini diketahui karena tim Bagian Hukum KPK tidak menghadirkan alat bukti pada sidang sebelumnya.
Paman Bilin juga tidak dipanggil secara sah untuk dimintai keterangan.
“Tidak dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka (KPC) sebagai calon tersangka,” kata hakim.
Hakim menolak dalil Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyatakan sidang praperadilan tidak mungkin dilakukan karena paman Bilin tidak diketahui keberadaannya.
Hakim menyebut kesimpulan penyidik BPK bahwa Paman Bilin kabur atau hilang adalah prematur.
Hakim membenarkan hal tersebut karena tidak ada panggilan penyidikan atau penggeledahan dari komisi antirasuah.
“Berdasarkan permohonan pemohon dan termohon serta seluruh bukti-bukti yang ada, kami berpendapat tidak ada hal-hal yang mengisyaratkan tergugat mengambil keputusan DPO,” kata hakim.
Paman Bilin dan enam orang lainnya sebelumnya ditetapkan oleh PKC sebagai tersangka kasus di Kalimantan Selatan antara tahun 2024 dan 2025 di mana pejabat pemerintah atau agen mereka diduga menerima hadiah dan janji.
Penerimanya adalah Paman Billin, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Pemprov Kalsel, dan Ahmad Sorhan, Kepala Dinas Pemukiman dan Komitmen (PPK) Pemprov Kalsel. (SOL), Bapak Yulianthi Erlina (YUL), Manajer Tahfiz Darussalam, Kolektor atau Komisaris Ahmad (AMD) dan Gubernur Kalimantan Selatan, Kepala Dinas Rumah Tangga Agusta Febri Andrian (FEB).
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12a atau b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Tipikor (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP.
Di sisi lain, organisasi swasta Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND) menjadi donatur. Sugeng dan Andi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ayat (1) KUHP. Enam tersangka, kecuali paman Bilin, ditahan oleh Partai Komunis. (Lin/Tsa)