Jakarta, CNN Indonesia —
Setelah runtuhnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad, milisi Suriah menunjuk Mohammed al-Bashir sebagai perdana menteri sementara.
Keputusan itu diambil setelah pemimpin Hayat Tahrir al Sham (HTS) Abu Mohammed al Julani bertemu dengan Perdana Menteri Suriah Mohammed al Jalal dan Wakil Presiden Faisal Meqdad pada Senin (9/12) untuk membahas pemerintahan transisi. HTS adalah pemimpin pemberontakan kilat yang menggulingkan rezim Al Assad.
Komando Umum telah menginstruksikan kami untuk memimpin pemerintahan transisi hingga 1 Maret, kata Al Bashir, Selasa (10/12).
Mohammed al-Bashir adalah kepala Bala Keselamatan Suriah, sebuah pemerintahan yang dikendalikan oleh HTS di provinsi Idlib sejak Januari 2024.
Ia lahir di wilayah Jabal Zawiya di Idlib pada pertengahan 1980-an.
Menurut CV yang diterbitkan oleh Salvation Army of Syria, Al Bashir adalah seorang insinyur yang belajar teknik elektro di Universitas Aleppo.
Beliau memiliki kualifikasi dalam bidang Bahasa Inggris, perencanaan administrasi dan manajemen proyek, serta diploma di bidang Syariah dan hukum dari Universitas Idlib.
Middle East Eye (MEE) melaporkan bahwa sebelum bergabung dengan pemerintah oposisi, al-Bashir bekerja sebagai kepala departemen instrumen di Perusahaan Gas Suriah.
Dia meninggalkan pekerjaannya pada tahun 2021 dan bergabung dengan “barisan revolusioner” di Idlib.
Di pemerintahan oposisi, Al Bashir diangkat menjadi Menteri Pembangunan dan Kemanusiaan pada 2022-2023.
Pada bulan Januari, Dewan Syura memilihnya sebagai perdana menteri Idlib.
Idlib awalnya dikuasai oleh berbagai kelompok oposisi yang menentang rezim al-Assad sejak dimulainya perang saudara pada tahun 2011. HTS kemudian memperkuat kendalinya atas wilayah tersebut pada tahun 2017.
Pemerintahan penyelamat Suriah dianggap sebagai pemerintahan teknokratis, dengan berbagai bidang pemerintahan, seperti kesehatan dan pendidikan, didelegasikan kepada lembaga lokal dan organisasi bantuan asing. Mereka mengendalikan keamanan dan ekonomi pada saat yang bersamaan.
Meski demikian, pemerintah Idlib tidak menyukai perbedaan pendapat. HTS kerap menangkap dan menyiksa pihak-pihak yang menentangnya.
(blq/dna)