Jakarta, CNN Indonesia —
Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Umat Beragama Mata Malana yang mengejek para pedagang kecil, secara terbuka mendesak Presiden Pravo Subianto untuk mengevaluasi atau mencopot sosok yang mengaku sebagai Gus atau tokoh agama tersebut.
Video seorang developer yang menghina penjual minuman yang sedang menjual produknya di acara Megalang di Barshula beberapa hari lalu menjadi viral. MIftah langsung ditegur Sekretaris Kabinet Mayor Teddy.
“Es tehmu ijek akeh ora (es tehnya masih banyak)? Masih? Yo kono didol (ya dijual), bodoh. Nanti kalau masih belum terjual ya sudah, takdir), Kata Gus kunci kepada penjual es teh dalam video tersebut.
Saat postingan tersebut menjadi viral dan mendapat teguran, seorang pengembang hanya meminta maaf. Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hassan Nasbi, mengatakan Farbau menegur kuncinya. Hassan mengatakan, Farbau sangat menghormati dan menjunjung tinggi sopan santun terhadap semua orang.
Prabhu, kata Hassan, juga memberikan pidato yang sangat menghormati rakyat kecil yang bekerja keras mencari makanan halal. Sebuah kunci tidak pantas berada di kabinet Pravo.
Aneng Sojuko, analis komunikasi politik Universitas Bravia, mengatakan status kunci sebagai pembicara dan utusan khusus presiden atau pejabat publik tidak bisa dipisahkan.
Menurut dia, aksi pensiun yang digagas Prabo di awal masa jabatannya diharapkan dapat membangun mentalitas atau pola pikir para pejabat publik di jajaran kabinet.
Kasus seorang pengembang yang menceramahi lalu menghina profesi penjual es teh misalnya, sebenarnya mencerminkan pengembang tidak memiliki integritas dalam berkomunikasi di ranah publik, kata Anang saat dihubungi, Kamis (12/1). 05). . .
Ia menilai Mutchaf sejak awal cenderung menggunakan kata-kata dalam ceramahnya yang tidak bermoral bagi hadirin. Dikatakannya, seorang penutur hendaknya menggunakan bahasa yang lembut dan menggunakannya untuk tujuan pendidikan.
Menurut dia, tindakan pengembang terhadap pedagang kecil menunjukkan bahwa pengembang tidak layak mengambil posisi yang ditawarkan Prabo.
“Tentu masyarakat akan mengira ini yang dilakukan pemerintahan Pravo ketika memilih seseorang yang dianggap sebagai utusan khusus,” cibirnya pada Pravo.
Direktur Jenderal Pengaturan Politik Indonesia, Adi Praitano, mengatakan pejabat publik yang berstatus tokoh agama harus hati-hati dalam berkata-kata. Adi mengatakan, meski bermaksud bercanda, namun ucapan Mataf menyinggung dan mempermalukan orang lemah.
Menurutnya, seorang pengembang harus belajar dari Gus Dore tentang selera humornya yang sangat diapresiasi masyarakat.
Dikatakannya, tak hanya jenaka dan menghibur, namun humor Gus Dore sangat inspiratif dan sarat edukasi yang mencerahkan. Gus Dorr, kata dia, juga tidak pernah mempermalukan atau menganiaya orang lemah.
“Saya kira Pravo harus serius mengevaluasi orang-orang disekitarnya yang suka melakukan kesalahan dan mencoreng citra Pravo sebagai presiden. Jangan biarkan setetes nila merusak teko susu,” kata Adi Vahe Hasra.
Anang menilai seorang pengembang memang pantas dicopot dari jabatannya atas perbuatannya. Ia mengatakan, Presiden Prabo baru-baru ini mengambil kebijakan populis yang agresif dan berpihak pada masyarakat kecil.
Salah satunya, Anang, menyinggung soal kenaikan gaji guru. Namun, tambahnya, apa yang dilakukan Mechacha bertolak belakang dengan apa yang dilakukan Pravo.
“Tapi ternyata utusan khusus ini bukannya melindungi masyarakat kecil, tapi justru istilahnya hina. Lebih dari hina, lalu makian. Ini tidak lazim. Ya kalau dibilang pantas diberhentikan, menurut saya itu sepadan,” kata Anang.
Namun, dia pesimistis Pravo berani mengambil keputusan tersebut.
Anang menilai, seorang pengembang ditunjuk bukan karena prestasi, integritas, dan kredibilitasnya. Tapi karena perannya dalam pemilihan presiden.
Oleh karena itu, saya pesimistis Presiden Prabo berani menggulingkannya, padahal dia memang pantas digulingkan, ujarnya.
Sementara itu, Pengamat politik Universitas Unpad (Unpad) Konto Adi Wibo menilai Presiden Prabo harusnya memberikan teguran terbuka dan terbuka kepada pihak pengembang atas perbuatannya.
Jadi teguran itu bukan urusan pribadi karena itu urusan presiden dan utusan presiden, bukan urusan Pac Prabo dan kuncinya, kata Conto.
Ia mengatakan, sebagai utusan presiden, pengembang mempunyai kehormatan seperti seorang presiden. Meski tidak menjelek-jelekkan agama lain, kuncinya mempermalukan teman-temannya.
Seharusnya teguran Pak Prabo itu disampaikan. Untuk teguran, apa yang harus dilakukan dan seorang pengembang berjanji tidak akan mengulanginya lagi, katanya.
(Ya/DAL)