Jakarta, CNN Indonesia —
LBH Semarang menuntut pimpinan Markas Polresta Semarang juga mempertanggungjawabkan penembakan polisi terhadap mendiang Gama Rizkinata Oktaphandi (GRO), siswa SMKN 4 Semarang.
Aipda Robig dinyatakan bersalah dalam kasus etika melakukan pencabulan dan dipecat dari Polri pada Senin (9/12). Sidang terhadap anggota Satuan Narkoba Polrestabes Semarang digelar di Ruang Sidang Propam Polda Jawa Tengah pada Senin pekan lalu mulai pukul 13.25 WIB hingga 20.30 WIB.
Meski Aipda Robig divonis bersalah oleh PTDH alias dipecat, LBH Semarang juga ingin pihak kepolisian tetap bertanggung jawab, khususnya Kapolrestabes Semarang Kompol Paul Irwan Anwar.
“Kapolri harus mempertanggungjawabkan dulu cerita yang menutup-nutupi peristiwa itu. Kami menyebutnya campur tangan terhadap berjalannya hukum,” kata Fajr di Mapolda Jateng, Senin pekan lalu.
“Saat terjadi penembakan, kata polisi, terjadi adu mulut. Namun menurut keterangan almarhum, saat terjadi penembakan tidak ada adu mulut dan pelaku tidak menghentikan keributan tersebut,” lanjutnya.
Berkaca dari terbunuhnya Gama dan terlukanya dua rekannya, Fajr mengatakan harus ada penyelidikan besar-besaran di internal kepolisian.
“Tugas Kapolri adalah menghancurkan suatu isu publik yang kita ketahui bersama, sehingga harus dihukum berat atas pemecatannya,” kata Fajr.
Selain itu, ia mengkritisi dimulainya uji etik di Mabes Polri Jateng, Senin pekan lalu. Meski keluarga korban tidak diperbolehkan masuk saat Epda Robig memberikan keterangan dan pembelaan, Fajr mengatakan KPAI harus melibatkan korban dan saksi di bawah umur.
Sebab, korban dan saksi tidak mendapat pendampingan hukum dalam uji moral.
“Selain Gama dan A, tidak ada pendamping. Makanya LBH Semarang berusaha mendampingi,” kata Fajr.
Usai sidang etik, Kabid Humas Polda Jawa Kompol Paul Artanto mengatakan, saat ini timnya hanya memberikan informasi terkait kasus etik tersebut dan berujung pada pemecatan Ipada Robig.
Terkait kasus pidana yang menetapkan Robig sebagai tersangka, ia mengaku akan memberikan tanggapan pada kesempatan berikutnya.
Di Regional Jateng, katanya, “Nanti kita lihat perkembangannya. Yang penting keputusan PTDH sudah diambil hari ini. Nanti dalam proses penyidikan di Direktorat Kriminal Umum terkait kasus pidana bisa kita buka bersama. ” POLISI. Markas Besar, Senin malam.
Ia tak menjawab langsung pertanyaan tim pers soal sidang etik tertutup itu dan menyarankan Aipda ‘menutup-nutupi’ Robig.
Hal itu diposting Artanto untuk mendapatkan masukan dari salah satu anggota Kompolnas Choirul Anam yang diundang menyaksikan langsung proses uji moralitas.
Anam mengatakan, hal itu hanya masalah teknis terkait ukuran ruangan. Jawaban itu disampaikan Annam setelah Artanto sempat menyebut Kompolnus saat menjawab pertanyaan wartawan.
“Sebenarnya ruangannya kecil sekali. Secara teknis, teman keluarga sebenarnya boleh masuk untuk melihat prosesnya, terutama bagaimana kejadiannya, termasuk bukti-buktinya, termasuk kesimpulannya. Tapi menurut saya yang terpenting adalah akhirnya. Ujungnya adalah moralitas dengan resolusi tinggi. Cara mengevaluasi,” kata Anam.
Dalam kasus pidananya, Robig dilaporkan oleh keluarga Gamma dengan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Penembakan Ipada Robig menggunakan senjata CDP terekam di CCTV. Robig terlihat berdiri di tengah jalan sambil menembaki pemuda pengendara sepeda motor.
Penembakan terjadi pada Minggu (24/11) dini hari di Jalan Kandy Penataran, Semarang, WIB. Peluru tersebut mengenai tiga siswa SMK bernama Gama yang meninggal dunia dengan luka di bagian pinggang, A terkena bagian dada, dan S terkena bagian kiri.
Sebelumnya, Polrestabes Semarang melalui Kapolrestabes Irwan mengungkapkan, Aipda Robig melepaskan tembakan karena hendak mengakhiri perkelahian yang melibatkan korban, dan saat diberitahu polisi tersebut akan diserang dengan senjata tajam.
Namun berdasarkan pemeriksaan Propam Polda Jateng, peristiwa penembakan tersebut bukan merupakan upaya mengakhiri konflik.
Keluarga Gama juga membantah korban terkait dengan gangster atau penjahat, menurut Polrestabes Semarang.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR (RDP) Irwan mengaku sudah meminta maaf kepada keluarga Gama, masyarakat Semarang dan siap menjalani tes.
“Kami selaku pimpinan Brigadir R memanfaatkan kesempatan ini untuk menyampaikan permohonan maaf yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat khususnya warga Semarang, khususnya keluarga besar mendiang Anand Gama,” kata Irwan dalam rapat dengan Komisi III DPR di Jakarta. Jakarta , Selasa (3/12).
Ia menambahkan, “Saya siap menanggung beban sepenuhnya, saya siap menghadapi ujian, apapun bahasanya, saya siap menerima konsekuensi dari kejadian ini.”
Baca cerita lengkapnya di sini.
(kelompok/anak)