Jakarta, CNN Indonesia –
Menteri Perekonomian Aylangga Hartarto mengatakan, banyak barang dan jasa yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 0 persen atau dibebaskan PPN, meski pemerintah menetapkan kenaikan PPN sebesar 12 persen pada tahun depan.
Pemerintah telah memastikan kenaikan tarif sebesar 12 persen akan berlaku mulai 1 Januari 2025, namun tidak akan mempengaruhi berbagai layanan publik yang esensial dan gratis.
“Sesuai dengan berjalannya UU Harmonisasi Standar Perpajakan, sedang dikerjakan sesuai jadwal yang telah dijadwalkan. Tarif pajak nilai tahun depan akan naik menjadi 12% mulai 1 Januari. Namun, atas permintaan produk kependudukan akan diberikan PPN. manfaatnya atau 0 persen,” kata Kementerian Perekonomian DKI Jakarta, Senin, dalam jumpa pers (16/12).
Airlangga menjelaskan secara rinci, persyaratan dasar untuk memperoleh barang bebas PPN diatur dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2020. Produk dan jasa yang tercakup dalam aturan ini meliputi beras, daging, ikan, telur, sayuran, susu, dan gula konsumsi.
Selain itu, terdapat pula jasa-jasa seperti pendidikan, kesehatan, angkutan umum, ketenagakerjaan, jasa keuangan, asuransi, vaksinasi polio, dan konsumsi air yang juga dikenakan tarif PPN nol yaitu bebas PPN.
Terkait daftar produk bebas PPN sesuai Perpres Nomor 59 Tahun 2020, katanya, “Jadi kebutuhan pokoknya bebas PPN.
– nasi – daging (ayam, sapi) – ikan (bandeng, cakalang, tuna, tongkol, tenggiri/banjar/gembolo/aso-aso) – telur ayam murni – sayur mayur – buah-buahan – susu – garam – gula konsumsi – minyak (dikenal) ) – Cabai (hijau, merah, cabai rawit) – Bawang merah |
Daftar jasa penerima barang bebas PPN sesuai PP No 49/2024:
– Pelayanan Pendidikan – Pelayanan Kesehatan Medis – Pelayanan Sosial – Pelayanan Angkutan Umum – Pelayanan Keuangan – Pelayanan Sewa Apartemen Standar
Pemerintah juga mengenakan PPN sebesar 12 persen pada barang-barang strategis tertentu, namun negara menaikkan tarif PPN menjadi 11 persen. Produk strategis yang akan mendapat subsidi tarif PPN adalah minyakita, minyak curah, tepung terigu, dan gula industri.
“Untuk kebutuhan pokok dan esensial 1 persen yakni minyak bumi, diberi minyak 1 persen terlebih dahulu, sehingga tidak naik menjadi 12 persen, kemudian tepung terigu dan gula industri. Jadi masing-masing tetap 11 persen”.
(lau/pta)