Jakarta, CNN Indonesia —
Forbes mencatat, total kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia pada tahun ini mencapai US$263 miliar atau setara Rp4.209,25 triliun (jika ada kurs Rp16.004 per dolar AS).
Angka tersebut lebih besar $11 miliar atau Rp dibandingkan posisi sebelumnya yakni $252 miliar atau Rp.
Berdasarkan laporan Forbes, posisi pertama dipegang oleh Hartono bersaudara dengan kekayaan US$50,3 miliar atau Rp 804,59 triliun.
Kekayaan Budi dan Michael Hartono bertambah 2,3 miliar dolar. Kenaikan saham PT Bank Central Asia Tbk atau BCA.
Prajogo Pangestu pun berhasil bertahan di posisi kedua meski asetnya turun 25 persen menjadi US$32,5 miliar atau Rp 519,96 triliun. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh perubahan penilaian perusahaan energi Barito Renewables Energy.
Kemudian peringkat ketiga ditempati Low Tuck Kwong dengan kekayaan bersih $27 miliar atau setara Rp432,29 triliun. Bahkan, pendapatan perusahaan produksi batu baranya, Bayan Resources, turun 10% menjadi US$2,5 miliar.
Selain itu, aset keluarga Widjaja melonjak 75 persen menjadi US$ 18,9 miliar atau Rp 302,52 triliun. Keluarga ini berada di posisi keempat orang terkaya di Indonesia.
Anthony Salim menempati posisi kelima. Kekayaan pemilik Salim Group ini tercatat sebesar US$ 12,8 miliar atau Rp 204,99 triliun.
Peningkatan total kekayaan kelompok orang terkaya di India tersebut terjadi dalam bentuk melemahnya daya beli masyarakat pada tahun ini. Hal ini ditandai dengan penurunan lima bulan berturut-turut pada Mei – September 2024 dan penurunan jumlah kelas menengah.
Berdasarkan data BPS, terjadi penurunan sebesar -0,03 persen pada bulan Mei, -0,08 persen pada bulan Juni, dan meningkat sebesar -0,18 persen pada bulan Juli 2024. Kemudian penurunan pada bulan Agustus -0,03 persen, dan September -0,12 persen.
Jumlah kelas menengah mengalami penurunan signifikan dari 57,33 juta orang pada tahun 2019 menjadi 47,85 juta orang pada tahun 2024.
Faktanya, sekitar 9,48 juta orang turun dari kelompok berpendapatan menengah ke bawah dalam lima tahun terakhir.
Banyak faktor yang diyakini menjadi pendorong daya beli, mulai dari banyaknya divisi, penurunan harga di platform e-commerce, hingga jebakan pemain internet.
“Masyarakat sudah tidak ada harapan, judol. Bank pun ambil. Judol maksudnya e-wallet, banyak uangnya yang tidak diketahui. Ini menurunkan daya beli masyarakat. ,” kata Direktur Utama PT Bank Central Asia Jahja Setiaatmadja pada acara BCA UKM Fest di Mall Kota Kasablanka, Rabu (7/8) lalu.
(del/sfr)