Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani bertemu membahas revisi aturan parkir dolar AS bagi eksportir di bank dalam negeri.
Usai pertemuan, Menteri Keuangan Sri Mulyani jarang angkat bicara. Ditegaskannya, pembahasan siang ini akan dijelaskan secara detail oleh tuan rumah, khususnya Menko Airlangga.
Airlangga mengaku pemerintah sedang mengkaji aturan penerimaan devisa ekspor (DHE). Kewajiban parkir dolar tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Penerimaan Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Perdagangan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
“Kami masih menyiapkan regulasinya (revisi regulasi DHE). Nanti kalau aturannya sudah siap, akan kami umumkan ke publik,” kata Airlangga di Kementerian Koordinator Perekonomian di Jakarta Pusat, Jumat (20/12).
Namun Airlangga tidak memberikan informasi apakah kewajiban memegang dolar tersebut akan bertahan lebih dari tiga bulan. Dia juga tidak menyebutkan berapa porsi pasokan DHE baru tersebut, apakah tetap di 30 persen atau meningkat.
Dia hanya menegaskan, pemerintah sedang menyiapkan regulasi. Diantaranya peraturan pemerintah (PP), peraturan Menteri Keuangan (PMK), peraturan Bank Indonesia (PBI), dan peraturan terkait dari Kantor Jasa Keuangan (OJK).
“Bagiannya (kewajiban penyimpanan DHE) akan kita umumkan nanti. Jangka waktunya mungkin sekitar satu bulan,” jelasnya.
“DHE yang 30 persen diterapkan dengan benar, sudah hampir 90 persen patuh. Diperkirakan jumlahnya akan mencapai $14 miliar pada akhir tahun ini, dalam jangka waktu tiga bulan. Tentu akan kami tampilkan lagi,” lanjut Airlangga. .
Di sisi lain, kebijakan DHE mendapat kritik dari banyak pihak. Misalnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai kebijakan mata uang ekspor gagal memperkuat rupiah.
Menko Airlangga menegaskan akan mendengarkan masukan dari berbagai pihak terkait. Hal ini terutama disebabkan oleh berlanjutnya penerapan aturan parkir dalam dolar AS.
“Penguatan dolar merupakan yang terkuat dalam dua bulan terakhir. Depresiasi Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan Korea, Jepang, Turki, dan beberapa negara lainnya. Kita bicara year-to-date (ytd),” jelas Airlangga.
“Jadi tentu saja ini merupakan fenomena global. Jika ini merupakan fenomena global, tentunya fundamental perekonomian harus kita jaga. Fundamental perekonomian kita relatif kuat dibandingkan negara lain,” tutupnya.
Mata uang Garuda baru-baru ini terpuruk dan mendekati level Rp 16.500 per dolar AS. Rupiah menguat tipis menjadi Rp 16.221 pada akhir sore tadi, meningkat 91 poin atau plus 0,56 persen.
(Minggu/Agustus)