Jakarta, CNN Indonesia –
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengklaim mayoritas fraksi atau tujuh dari delapan fraksi di Komisi III DPR sepakat menolak usulan pengalihan Polri ke TNI atau Kemendagri. (Kemendagri).
Mayoritas fraksi di Komisi III menyatakan tujuh dari delapan fraksi menyatakan tidak setuju dengan usulan tersebut, kata Habib, anggota Jerindra di kompleks parlemen, Senin (12/2).
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III Demo Nasional DPR Ahmad Sahroni menyebut perdebatan usulan tersebut tidak ada gunanya. Ia meyakini tudingan bahwa Polri tidak netral akan terus berlanjut di mana pun atau di bawah siapa Polri berada.
Sahruni menilai tudingan Polri tidak netral dalam pemilu merupakan hal yang lumrah. Menurutnya, wacana tersebut bukanlah hal baru di Komisi III DPR. Meski demikian, Sahorny menilai Polri harusnya tetap berada di bawah Presiden.
“Kalau ada tudingan instrumen negara digunakan untuk kepentingan suatu kelompok, saya kira tidak apa-apa, biarkan saja. Tapi Polri adalah bagian dari aparatur negara dan harusnya melapor langsung ke presiden, bukan kementerian. Itu tidak akan signifikan,” tambahnya. .
Bahkan, Sahruni menilai kerja Polri terus mengalami perubahan ke arah yang lebih baik, meski ia juga tidak menutup mata terhadap beberapa aspek yang perlu lebih ditingkatkan. Menurut Sahroni, Komisi III DPR akan terus memantau aktivitas Polri dan isu-isu yang menjadi sorotan dan penilaian masyarakat.
Makanya kami sebagai rekanan komisi III memantau langkah-langkah apa saja yang menjadi perhatian masyarakat, misalnya kekurangan kerja polisi, apa yang akan kami lakukan, kritik, dan Polri harusnya evaluasi, ujarnya. dikatakan.
Senada, Anggota Komisi III DPR dari Golkar Soedeson Tandra menolak usulan pengembalian Polri ke komando Panglima TNI dan Kementerian Dalam Negeri.
Sodeson menilai usulan tersebut tidak sesuai dengan prinsip demokrasi modern. Menurutnya, peraturan perundang-undangan militer berbeda dengan peraturan sipil sehingga tidak pantas Polri berada di bawah TNI.
Soal institusi kepolisian kembali ke bawah institusi TNI, tentu saya tidak setuju, saya tidak setuju, ujarnya.
“Milisi adalah badan eksekutif dan penegak hukum. Bagaimana bisa ditempatkan di bawah struktur militer? Itu tidak benar,” tambahnya.
Ketua Fraksi PKB di DPR Jazilul Fawaid mengatakan partainya menolak usulan PDIP yang ingin TPS dikembalikan ke TNI dan Kementerian Dalam Negeri.
Jazilul mengatakan, sikap PKB itu berdasarkan kajian internal. Dikatakannya, P.K.B. menyimpulkan bahwa usulan tersebut tidak mempunyai dasar yang kuat dan jelas.
“Setelah kami kaji, kami akan tetap pada struktur yang ada karena kami melihat argumentasi dan alasannya tidak terlalu kuat,” kata Jazilul di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (12/2).
Jazilul menilai usulan tersebut lebih bisa diterima jika ditujukan untuk meningkatkan budaya kepolisian secara keseluruhan, dibandingkan mengubah hierarki kepolisian di pemerintahan Indonesia.
Selain itu, kata dia, penggantian Polri dengan TNI dan Kemendagri tidak akan membawa manfaat apa pun kecuali ada perubahan budaya di Korps Bhayangkar.
Padahal yang terpenting kembali ke kepolisian yang profesional, kalau strukturnya sudah berubah, tapi kulturnya sama, sama saja. Tidak ada yang berubah, ujarnya.
“Budaya yang berkembang adalah tidak boleh main-main dan ikut campur dalam hal-hal yang bukan urusan Anda,” lanjutnya.
Anggota Komisi III DPR dari Golkar Soedeson Tandra menolak usulan pengembalian Polri ke komando Panglima TNI dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Ketua DPP PDIP Deddi Evri Sitorus mengaku pihaknya sedang mempertimbangkan kemungkinan mengembalikan Polri ke TNI atau Kementerian Dalam Negeri. Usulan tersebut dilatarbelakangi permasalahan internal Polri, khususnya yang berkecimpung di dunia politik.
Bahkan, kata Dedi, Presiden ke-5 RI dan Ketua Umum PDIP Jenderal Megawati Sukarnoputri memecah TNI dan Polri pada tahun 2000 agar Polri sebagai lembaga sipil bersenjata bisa mandiri dalam melayani masyarakat.
“Namun yang kita alami selama ini, institusi Polri tidak hanya di bidang politik saja, namun hal-hal yang berkaitan dengan institusi itu sendiri dan pelayanan perlindungannya kepada masyarakat mengalami degradasi yang sangat ekstrim,” kata Dadi di kantor Mabes Polri. DPP PDIP. Jakarta, Minggu (1/12).
“Kalau misalnya ada tujuh fraksi, tidak apa-apa, mereka menolak wacana tersebut, tolong kita lihat masyarakat sipilnya seperti apa, orang-orang terpelajar, intelektual, dan ilmuwannya seperti apa,” imbuhnya.
(thr/mab/DAL)