Jakarta, CNN Indonesia –
Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus menilai mantan Presiden Indonesia itu menjadi alasan pembatalan pameran video Yos Suprapto yang digelar di Museum, Jakarta Pusat.
Menurutnya ada yang terluka, tapi tentu saja bukan Presiden Prabowo Subianto.
Deddy mengatakan di Cikini, Jakarta, Minggu (22/12): “Tidak, saya kira ini bukan permintaan Pak Prabowo. Ini yang paling dirugikan oleh pemerintahan mereka.”
“Siapa yang terluka? Tolong jelaskan sendiri,” ujarnya.
Ia menilai Prabowo adalah sosok yang mencintai seni sehingga tidak bisa menghindari kegiatan berkesenian.
Prabowo pun menilai dirinya tidak dirugikan dalam pameran tersebut. Deddy mengatakan, selain itu, Prabowo saat ini juga sedang bepergian ke luar negeri.
“Kalau dia keluar negeri dan ada cerita seperti ini, bisa jadi dia dianggap tidak demokratis dan merugikan Pak Prabowo,” ujarnya.
Menurutnya, orang-orang di balik kekacauan di Museum itu bisa menjelaskan sendiri.
Deddy pun menanggapi pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang mengatakan tidak akan ada pembatasan terhadap museum.
Ia meminta Fadli membaca kembali makna sebenarnya dari larangan tersebut. Deddy mengatakan, Fadli pernah menulis puisi yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai kekalahan Prabowo pada Pilpres 2014.
“Pak Fadli Zon dan Giring (Wakil Menteri Kebudayaan) hati-hati. Ya, apalagi sama-sama seniman. Fadli Zon suka menulis puisi, Giring suka menyanyi. Ya, otaknya seperti Gishya Tegeka. Lho” .
Museum Nasional dikabarkan membatalkan pameran seni rupa Yos Suprapto pada Kamis (19/12). Alasannya, Yos menolak memenuhi permintaan manajemen untuk merumahkan lima pekerja.
Suwarno Wisetrotomo, direktur pameran, berbicara tentang kejadian di Museum.
Suwarno dalam keterangan tertulisnya mengatakan, ada dua karya yang menunjukkan pandangan seniman terhadap berjalannya pemerintahan yang tidak sejalan dengan temanya, yakni ‘Kebangkitan: Tanah Kedaulatan’.
“Saya mengatakan kepada seniman bahwa karya tersebut tidak ada kaitannya dengan tema inspeksi, dan saya mungkin merusak pesan kuat dan positif dari tema pameran,” kata Suwarno.
“Menurut saya kedua karya ini terkesan kutukan, sayang sekali sehingga kehilangan metafora, salah satu kekuatan seni dalam menyampaikan maknanya,” imbuhnya. (mnf/tsa)