Jakarta, CNN Indonesia —
Kepala Badan Pangan Nasional (BAPANAS) Arif Prasetyo Adi angkat suara soal beras premium yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Menurut dia, beras yang dikenai PPN bukan beras premium melainkan beras khusus yang didatangkan swasta.
“Saya dapat penjelasan itu beras premium (dikenakan PPN 12 persen). Mungkin maksudnya beras spesial, bukan beras premium,” ujarnya saat wawancara berdampingan di CNN Indonesia Business Summit di Menara Bank Mega Jakarta. Jumat (20/12)
Menurut Arif, beras premium tidak dikenakan PPN seperti halnya beras medium. Pasalnya, perbedaan beras premium dan medium hanya terletak pada kandungan butiran pecahnya saja.
Pada beras premium, fraksi butiran pecah maksimal 15 persen dan pada beras medium maksimal 25 persen. Selain itu, beras medium dan premium banyak dikonsumsi masyarakat.
Oleh karena itu, hanya beras impor yang diusulkan dikenakan pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen. Namun Arif mengatakan pemerintah masih mengevaluasi jenis beras yang dikenai PPN 12 persen.
“Ini pendapat saya pribadi. Kami ingin beras medium dan premium tidak dikenakan PPN. Kami ingin mendorong produksi dalam negeri, hanya beras khusus (PPN) impor.”
Beras khusus impor (pajak pertambahan nilai 12 persen) tidak masalah, kalau beras khusus produksi petani lokal, produksinya harus digenjot.
Di sisi lain, Arif mengatakan, pipeline impor beras khusus akan dimulai pada tahun depan. Nasi spesial biasanya digunakan di restoran dan hotel.
Pemerintah menutup jalur impor hanya untuk beras konsumsi.
“Beras yang dilarang impor itu untuk konsumsi normal. Jadi masih ada beras khusus (impor) karena beras ini masih belum diproduksi di Indonesia seperti basti. Tapi kalau beras yang biasa kita makan, kita pakai (impor). , “katanya. (fby/jal)