Jakarta, CNN Indonesia —
Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Undang-undang ini disetujui pada 7 Oktober 2021.
Pada ayat (1) Pasal 7 UU Pembangkit Listrik disebutkan bahwa pajak pertambahan nilai sebesar 11% akan diterapkan mulai tanggal 1 April 2011, dan selanjutnya pajak pertambahan nilai sebesar 12% akan berlaku hingga tanggal 1 Januari 2025.
Namun pada Pasal 7 ayat (3) disebutkan tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah paling rendah 5% dan paling banyak 15%.
Kini, para elite partai politik, khususnya di parlemen, mulai memperdebatkan asal muasal undang-undang tersebut. Gerindra, partai yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, menuduh PDIP mengabaikannya.
Gerindra heran dengan sikap PDIP yang kini menolak kenaikan PPN menjadi 12%, meski ikut dalam pembahasan dan pengesahan UU HPP.
Berikut kronologi pembahasan UU HPP dalam UU HPP
RUU HPP merupakan rancangan undang-undang yang diusulkan sebagai inisiatif pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). RUU ini awalnya bernama RUU Peraturan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Surat Presiden (Surpes) Nomor R-21/Pres/05/2021 telah disampaikan ke DPR pada 5 Mei 2021 untuk membahas RUU KUP. Kemudian Keputusan Pimpinan DPR RI Nomor PW/08529/DPR RI/VI/2021 ditandatangani pada 22 Juni 2021.
DPR membentuk panitia kerja (Panja) untuk membahas RUU tersebut. Secara resmi, RUU KUP telah dibahas pada 28 Juni 2021. Dalam perdebatan tersebut, RUU tersebut berganti nama menjadi RUU HPP. RUU ini merupakan RUU komprehensif yang mengubah banyak undang-undang.
Perdebatan RUU tersebut memakan waktu sekitar tiga bulan sebelum mencapai tingkat pertama pada 29 September 2021. Delapan fraksi partai di Republik Rakyat Tiongkok sepakat untuk segera mengesahkan RUU HPP dalam rapat paripurna.
Kedelapan fraksi tersebut adalah PDIP, Gerindra, Golkar, PAN, Demokrat, NasDem, PKB, dan PPP. Hanya PKS yang menolak.
PKS membebaskan PPN sebesar 12%.
PKS menolak kenaikan PPN sebesar 12% dan menghimbau agar PPN tetap sebesar 10% melalui opini kecil. PKS menilai kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12% kontraproduktif bagi perbaikan perekonomian nasional.
Sementara PDIP, dalam pandangannya, memahami pentingnya penguatan sistem perpajakan yang adil, sehat, efisien, dan bertanggung jawab agar APBN semakin mandiri dan berkelanjutan. PDIP juga menghargai kesadaran wajib pajak.
Memperhatikan aspirasi dan nasib masyarakat menengah ke bawah dan usaha kecil menengah, serta berkomitmen memastikan kebutuhan pokok masyarakat banyak, pendidikan, kesehatan, transportasi darat, keuangan dan pelayanan sosial dibebaskan dari pajak pertambahan nilai.
Gerindra kemudian menilai program keterbukaan wajib pajak secara sukarela memfasilitasi kepatuhan wajib pajak yang beritikad baik. Gerindra berharap UU HPP dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat dan pembayaran pajak berdasarkan rasa saling percaya.
Fraksi Partai Gerindra menyatakan menilai program pengungkapan sukarela wajib pajak memudahkan wajib pajak yang beritikad baik untuk patuh dan berintegrasi dalam sistem perpajakan. Kami berharap program ini dapat meningkatkan kepatuhan sukarela yang didasari rasa saling percaya dan berdampak signifikan terhadap peningkatan keberlanjutan. pendapatan pajak.
(thr/tsa)