Jakarta, CNN Indonesia —
Kerugian negara menjadi pembahasan dalam sidang perdana Thomas Trikasih Lembong, tersangka kasus dugaan korupsi impor gula dan mantan Menteri Perdagangan.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir menjelaskan, penyelidikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap kerugian keuangan negara dalam kasus yang melibatkan kliennya tidak membuahkan hasil.
Ia merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (ERJK) yang menyatakan kerugian keuangan negara harus nyata (actual loss), bukan lagi potensi kerugian.
“Menurut kami ini kerugian negara dan sudah kami pastikan dengan para ahli, kerugian negara itu harus benar-benar terjadi dan harus diperhitungkan secara realistis (merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi),” kata Ari di sebuah acara. konferensi pers di Jakarta Selatan. pada hari Jumat. (22/11) malam.
Sementara itu, pakar hukum pidana yang juga Guru Besar Mudzakkir Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mengatakan, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka harusnya dinyatakan tidak sah. Menurut dia, penyebabnya karena belum ada hasil audit kerugian negara yang dilakukan LTD.
Audit BPK RI sebenarnya dilakukan pada akhir tahun anggaran. Setiap akhir tahun anggaran selalu dilakukan audit atas laporan pelaporan penggunaan keuangan negara pada kementerian terkait, kata Mudzakkir.
Dan setelah dilakukan pengecekan, ternyata tidak ada dokumen dari Indonesia LTD yang mengkonfirmasi adanya kerugian negara, perbuatan melawan hukum, atau penyalahgunaan kekuasaan, lanjutnya.
Mudzakkir menambahkan, hingga sidang kemarin, Kejaksaan Agung belum mampu memberikan bukti berupa pemeriksaan atas hasil kerugian keuangan negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Korupsi. .Tipikor) tidak. didakwa terhadap Tom Lembong.
“Karena tidak ada kerugian keuangan negara, berarti tidak ada tindak pidana, akibat berikutnya, akibat hukum berikutnya, tidak ada seorang pun yang dapat dituntut melakukan tindak pidana,” ujarnya.
“Dari mana dia (Kejaksaan Agung) mengkonstruksi bahwa seseorang melakukan tindak pidana padahal tidak ada tindak pidananya? Jadi, penetapan tersangka tidak boleh didasarkan pada adanya tindak pidana. keputusan tersebut harus dinyatakan tidak sah,” tambah Mudzakkir.
Selain Mudzakkiri, kubu Tom Lembong menghadirkan beberapa ahli lainnya pada sidang pendahuluan kemarin. Mereka adalah Pakar Peradilan Pidana Chairul Huda, Direktur Eksekutif Kajian Ekonomi Politik dan Kebijakan (PEPS) Anthony Budiawan dan Profesor Fakultas Pertanian IPB Dwi Andreas Santosa.
Penjelasan Jaksa
Tim kuasa hukum Kejaksaan Agung Zulkipli dalam sidang Kamis (21/11) mengatakan, laporan LTD bukan syarat khusus untuk mengakui seseorang sebagai tersangka.
“Laporan LTD tidak ada syarat atau syarat khusus, apalagi syarat penetapan tersangka,” kata Zulkipli usai sidang pendahuluan, Kamis (21/11) dengan agenda keahlian pelapor. .
Zulkipli mengatakan, pendapat yang disampaikan ahli kubu Tom Lembong hanyalah pendapat umum. Dia menjelaskan, Kejaksaan Agung melakukan proses penegakan hukum sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku dan menemukan setidaknya dua alat bukti.
“Saat menghitung ganti rugi, ahli juga tadi mengatakan, penetapan tersangka minimal dua alat bukti, ini patokannya. Ini putusan Mahkamah Konstitusi (No.) 21. Perma Nomor 4 (Tahun) ) 2016 seperti ini, minimal ada dua alat bukti,” ujarnya.
Terkait sidang perdana Tom Lembong, Kejaksaan Agung menghadirkan lima orang ahli. Yakni, Ahmad Redi ahli hukum tata negara, Agus Surono ahli hukum pidana, Hibnu Nugroho, Taufik Rachman, dan Evenri Sihombing ahli perhitungan kerugian negara.
Jaksa Agung Jampidsus mendakwa Tom Lembong dan CS selaku Direktur Pengembangan Usaha PT Perusahaan Dagang Indonesia (PPI) atas dugaan kasus korupsi impor gula pada 2015-2016.
Menurut kejaksaan, kasus ini menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp400 miliar.
Tom Lembong dan CS ditahan selama 20 hari pertama terhitung Selasa (29/10) usai pemeriksaan.
Tom Lembong kemudian menguji prosedur yang dilakukan Kejaksaan Agung dalam sidang pendahuluan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Tom Lembong, identifikasi dan penahanan tersangka tidak sah karena bertentangan dengan Undang-Undang Acara (KUHAP). Padahal, menurutnya, perbuatan yang dilakukan selama menjabat Menteri Perdagangan merupakan ranah hukum tata usaha negara, bukan pidana.
(ryn/anak)