Jakarta, CNN Indonesia —
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) menentang kebijakan pemerintah Presiden Prabow Subiant yang menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen efektif 1 Januari 2025.
Koordinator BEM Pusat SI Satria Naufal menyerukan pembatalan keputusan Prabowo yang menaikkan PPN menjadi 12 persen. Ia mendesak agar Prabow menepati janjinya bahwa ia ingin memajukan kesejahteraan rakyat.
“Kami mohon peninjauan kembali hingga pembatalan. Pidato Presiden Prabowo harus sejalan dengan kebijakannya dengan berbicara tentang kesejahteraan rakyat,” kata Satria kepada fun-eastern.com, Kamis (19/12) malam.
Ia mengatakan, jika pemerintahan pimpinan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka tidak mendengarkan tuntutan penolakan mereka, para aktivis mahasiswa akan melakukan protes besar-besaran terhadap penolakan tersebut.
“Kalau PPN 12 persen tidak dihapuskan dan dikurangi, kami akan menggelar (unjuk rasa) serentak di seluruh Indonesia,” kata Satria.
Satria menjelaskan, BEM SI secara khusus menolak keputusan pemerintahan Prabowo yang menaikkan PPN hingga 12 persen untuk kepentingan mahasiswa.
Ia mengatakan, tingkat pendapatan masyarakat masih rendah dan angka pengangguran masih tinggi.
Alasannya jelas, kenaikan PPN hingga 12 persen dalam proses politik tidak diimbangi dengan pendapatan masyarakat dan luasnya lapangan kerja, ujarnya.
“Ini akan menurunkan daya beli masyarakat,” tambah Satria.
Dulu, rencana kenaikan PPN sebesar 12 persen ditolak masyarakat luas. Bahkan, Kamis (19/12) malam lalu, banyak kelompok masyarakat terpadu, termasuk banyak K-poper dan gamers, yang melakukan mobilisasi untuk menentang Istana Kepresidenan di Jakarta Pusat.
Ia pun menyampaikan surat protes kepada Sekretariat Negara terhadap kenaikan PPN sebesar 12 persen.
Selain itu, ada juga petisi berjudul “Pemerintah, segera batalkan kenaikan PPN”. Pada 19 November 2024, ini disiarkan di change.org dan telah menerima lebih dari 113.000 tanda tangan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim kebijakan kenaikan PPN sebesar 12 persen bersifat selektif dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium.
Pangan premium pada kategori barang dan jasa mewah atau premium; Termasuk layanan rumah sakit tingkat VIP dan pendidikan internasional yang mahal.
(mab / anak)