Jakarta, CNN Indonesia –
Mary Jane Fiesta Veloso, tersangka pengedar narkoba asal Filipina, telah diekstradisi pemerintah Indonesia pada Rabu (18/12).
Imipas I Nyoman Gede Syuri Mataram, Wakil Direktur Imigrasi dan Rehabilitasi Kantor Hak Asasi Manusia, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. Presiden Prabowo meminta Subianto segera memulangkan Mary Jane.
Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. – Bandara Even, Selasa (17/12) malam.
Mary Jane telah menjalani hukuman hampir 15 tahun di penjara (Lapas) Ogyakarta sejak penangkapannya karena perdagangan narkoba di Indonesia.
Mary Jane ditangkap pada 25 April 2010 oleh DI di Bandara Adisutjipto Yogyakarta. Polisi menangkap 2,6 kilogram heroin dari sebuah kotak yang dibawa dari Kuala Lumpur, Malaysia.
Dijatuhi hukuman mati
Usai persidangan, Mary Jane dijatuhi hukuman mati karena diduga melanggar Pasal 114(2) Undang-Undang Pemberantasan Narkotika 35 Tahun 2009. Pengadilan Negeri (PN) Sleman mengeluarkan putusan ini pada tahun 2010.
Seorang perempuan asal Bulacan juga ditangkap di Pengadilan Pidana II A di Virogunan, Ogyakarta.
Banyak tuntutan hukum yang diajukan oleh tim hukum Mary Jane. Salah satu langkah awalnya adalah meminta pengakuan kepada Presiden Joko Widodo. Namun, permohonan tersebut ditolak pada Desember 2011.
Mary Jane Sleman menggugat Putusan (PK) di Pengadilan Negeri. Dalam kasus PK ini, JPU banyak mengemukakan kontradiksi dalam kasus sebelumnya dan mengatakan bahwa terdakwa menghadapi ketidakadilan dalam hukuman mati.
Tim kuasa hukum menambahkan, Mary Jane adalah korban konspirasi internasional dan tidak pantas menerima hukuman mati.
Meski argumentasi dan bukti telah diajukan, Mahkamah Agung yang dipimpin oleh M. Saleh dan anggota juri Andi Samsan Nganro memutuskan pada 25 Maret 2015 untuk tidak menerima PK tersebut.
Hampir terbunuh
Pada tanggal 24 April 2015, Mary Jane Center dipindahkan ke Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa.
Pemindahan tersebut merupakan langkah terbaru dalam eksekusi delapan tahanan, termasuk dua warga negara Australia, Andrew Chan dan Myuran Sukumaran, serta beberapa warga negara Nigeria, Brasil, dan Ghana.
Sebelum dieksekusi, keluarga Mary Jane diizinkan melakukan kunjungan terakhir ke Nusakambangan.
Sebelum penembakan, tim kuasa hukum Mary Jane masih berusaha mendapatkan hukuman kedua di Pengadilan Slayman County dengan bukti baru atau persidangan baru yang akan menunjukkan Mary Jane adalah orang yang tepat untuk perdagangan manusia dan perdagangan narkoba.
Bukti ini menunjukkan bahwa Mary direkrut oleh Maria Cristina Sergio, yang menciptakan karakter tersebut dengan menculiknya di Indonesia.
Sehari sebelum penembakan, Presiden Filipina Benigno Aquino III bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk membahas kasus Mary Jane. Keesokan harinya, Maria Cristina Sergio tiba-tiba menyerahkan diri kepada polisi Filipina.
Mary Jane dibawa ke lapangan tembak Limus Buntu di Nusakambangan pada pagi hari, 29 April 2015. Sementara delapan tahanan lainnya dieksekusi.
Mary Jane dijebloskan ke Lapas Wanita IIB Ogyakarta di Wonosari, Gunungkidul.
Setahun setelah eksekusi Mary Jane ditangguhkan, Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengunjungi Jakarta dan bertemu dengan Presiden Jokowi pada 9 September 2016.
Duterte mengaku akan meminta maaf langsung kepada Jokowi dengan hormat dan santun demi menyelamatkan rakyatnya.
Saat itu, Mary Jane dan keluarganya menaruh harapan besar terhadap upaya Presiden untuk membawa Mary kembali ke Filipina.
Namun saat itu, Menkum HAM menyebut kasus Maryam belum ada pembahasan dalam pertemuan kedua kepala negara di Laos. Menurutnya, Presiden Jokowi dan Duterte hanya membicarakan masalah keamanan di Laut Sulu dan banyak perjanjian terkait jamaah haji di Indonesia.
Sementara itu, pada 12 September 2016, Presiden Jokowi Duterte menyampaikan kepada pemerintah Indonesia bahwa dirinya telah mengizinkan eksekusi Maryam.
Kembalinya Mary Jane
Terakhir, Presiden Filipina Ferdinand “Bongbong” Marcos Jr.
Keinginan Mary Jane akan kebebasan pertama kali diumumkan Presiden Marcos pada Rabu (20/11) dalam postingan bertajuk “Mary Jane Veloso Comes Home”.
Saat itu, Direktur Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pelayanan Kesehatan (Menko Kumham Imipas) Illusril Ihzal Mahendra mengatakan Mary Jane akan ditahan pada Desember 2024.
Transisi Mary Jane diperkirakan terjadi pada Desember 2024, kata Yususril melalui suratnya kepada wartawan.
Permintaan pengembalian Mary Jane dikirimkan pemerintah Filipina pada 13 November 2024. Dua hari lalu, duta besar Filipina mengirimkan permintaan serupa ke Amerika Serikat.
Karena pemulangannya, Mary Jane akan terhindar dari hukuman mati sekembalinya ke Filipina.
Ususril mengumumkan bahwa Presiden Marcos akan menggunakan kekuasaannya untuk memberikan amnesti dan menghukum Mary Jane penjara seumur hidup.
“Dalam kasus Mary Jane yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, Presiden Marcos dapat diampuni dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup,” kata Ususril.
Namun, pemerintah Indonesia ingin mengontrol hukum Mary Jane di Filipina.
“Kita mempunyai kesempatan untuk melihat apa yang terjadi pada para narapidana yang kembali dari negara kita ke negaranya di Manila,” kata Ususril. (arn/fra)