Jakarta, CNN Indonesia —
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan perselisihan ketua daerah yang dipilih DPRD akan dibahas dalam proses perubahan UU Pemilu dan UU Pilkada.
Tito mengatakan, perubahan kedua undang-undang ini masuk dalam program legislatif nasional (prolegnas). Menurut dia, persoalan ini akan dibahas sebelum sidang uji undang-undang.
Agenda legislatif nasional kalau tidak salah antara lain UU Pemilu dan UU Pilkada. Nanti kita cari gongnya, tapi sebelumnya akan ada pertemuan, kata Tito, Senin (16/12) di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Tito mengaku setuju dengan ucapan Presiden Prabowo Subianto. Ia mengaku sudah lama menganjurkan pemilu daerah asimetris, salah satunya adalah metode pemungutan suara di Korea Utara.
Ia meyakini pilkada juga bisa dilakukan melalui Partai Demokrat Demokrat. Menurutnya, demokrasi bisa bersifat langsung atau perwakilan.
“DRRD juga demokrasi, tapi demokrasi perwakilan,” ujarnya. Tapi mari kita lihat bagaimana kawan-kawan di RDP, partai politik, ilmuwan, Kementerian Dalam Negeri melakukan pelatihan.”
Ketua Komite II RI Muhammad Rifkinizami Karsayuda mengatakan, wacana gubernur yang akan dipilih DPRK nantinya akan dibahas dalam proses revisi paket hukum politik dengan menggunakan sistem hukum komprehensif.
Rifqi menjelaskan, konsolidasi UU tersebut nantinya akan menggabungkan UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.
“Bagi Komite ke-2 Partai Rakyat Republik, ini merupakan salah satu dokumen penting untuk melakukan perubahan undang-undang politik secara umum, termasuk bab tentang pilkada, yang mengacu pada bab tentang kemunduran pemilu, bab tentang partai politik, dan bab tentang partai politik. bab tentang pemilu. Sengketa Hukum Acara,” kata Rifqi saat dihubungi, Senin (16 Desember).
Sebelumnya, Prabowo menolak gagasan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah melalui DPRD, karena menilai pilkada langsung akan memakan biaya terlalu besar.
Ia mengatakan, pilkada akan lebih efektif melalui DPRD. Ia mencontohkan beberapa negara tetangga yang berhasil melakukan hal tersebut.
“Saya lihat tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, kalau pilih anggota DPRD, pilih satu kali, lalu DPRD pilih gubernur dan bupati,” kata Prabowo.
Penelitian yang komprehensif
Sementara itu, Anggota Komite II DPR Ahmed Doli Kurnia membuka kesempatan untuk mengkaji keseluruhan sistem pemilu mulai dari pemilu daerah, pemilu presiden, pemilu legislatif, dan pemilu desa.
Menurut Doli, pembahasan sistem pemilu tidak bisa dilakukan secara parsial, misalnya hanya pada pilkada. Menurutnya, pembahasannya harus komprehensif, termasuk soal struktur partai.
“Pembenahan sistem pemilu harus mencakup kombinasi masalah pemilu lainnya, pemilu presiden, pemilu daerah, dan juga harus mencakup pemilu negara bagian,” kata Doli dalam sistem tersebut. saat dihubungi, Senin (16 Desember).
Menurut Doli, perubahan UU Politik, UU Pemilu, dan UU Penyelenggaraan Pemilu, dapat dilakukan melalui kodifikasi. Namun, sebelum melakukan perubahan menyeluruh, ia berpendapat perlu ada identifikasi permasalahan.
Menurut Doli, persoalan biaya politik hanya salah satunya. Padahal, menurutnya, persoalan lain seperti kebijakan moneter, jual beli suara, dan transaksi politik semakin mudah dan meluas di masyarakat.
“Saat kami sepakat untuk memperbaiki sistem, kami melakukan penilaian menyeluruh terhadap kelemahan dan kekurangan sistem yang kami gunakan,” ujarnya. Hanya dengan begitu kita akan menemukan sistem terbaik yang perlu kita tingkatkan lebih lanjut.”
Oleh karena itu, Doli mengatakan pernyataan presiden yang mencontoh sistem pemilu Malaysia, Singapura, dan India akan menjadi pilihan yang akan dijajaki DPR. Menurutnya, pada awal pemerintahan saat ini, hal tersebut harus menjadi penggerak sistem pemilu.
Karena pidato Presiden harus ditiru oleh pemerintah, seluruh pimpinan parpol dan DPR, ujarnya. Apalagi, RDK dan pemerintah telah memasukkan amandemen UU Pemilu, Pilkada, dan partai politik sebagai Prolegnas prioritas.
(dhf/rzr/thr/gil)