Jakarta, CNN Indonesia –
Pada sidang tahun 2024-2025, Sidang Paripurna ke-7 DRC RI menyetujui RUU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKJ).
Keputusan itu diambil dalam rapat paripurna DRP pada Selasa sore (12/11) yang dipimpin oleh Addis Kadir, Wakil Ketua DRP RI.
Pembahasan paripurna tersebut merupakan hasil keputusan rapat Balegh yang “dipercepat” sehari sebelumnya, Senin (11/11). Saat berdiskusi dalam rapat Baleg yang terkesan dadakan, anggota Baleg yang tergabung dalam PKS protes.
Perubahan UU DKJ yang dibahas Baleg digelar jelang paripurna Selasa pekan lalu jelang Pemilihan Umum Daerah (Pilkada) 2024 yang dijadwalkan pada 27 November.
Berikut fakta perubahan UU DKJ dan relevansinya dengan Pilgub Jakarta:
4 pasal tambahan tentang perubahan UU DKJ
Menurut Wakil Ketua DRP Balegar Ahmad Doli Kurnia, perubahan UU DKJ terdiri dari empat pasal tambahan, yakni Pasal 70a, 70b, 70c, dan 70d.
Pasal-pasal tersebut mengatur tentang penggantian nama DKI Jakarta menjadi DKJ bagi anggota DRP, DRP, dan DPD terpilih pada Pemilu 2024.
Selain itu, posisi kepala daerah asal Jakarta yang akan dipilih pada pilkada serentak juga mengalami perubahan.
Nantinya, Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta akan ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kata Dolly, menjelang pemilihan kepala daerah.
DRP RIA bertujuan membahas perubahan UU DKJ menjelang pilkada pada 27 November 2024.
Menurut Adis Qadir, Wakil Ketua DRP RI, ada kekhawatiran akan diajukannya gugatan terhadap UU DKJ jika tidak diselesaikan sebelum pilkada.
“Iya sebaiknya diputuskan sebelum pemungutan suara. Kami khawatir setelah pemungutan suara akan ada lagi tuntutan hukum. Kami khawatir siapa pun yang terpilih akan menggugat. Ya, calon yang malang, jadi kami tidak melakukannya. Kami ingin dibatasi.” Akan ada amandemen, kata ketua rapat paripurna DRP, Selasa.
Dia menegaskan, proses legislasi untuk mengubah UU DKJ akan terus berjalan setelah usulan DRP disetujui menjadi RUU.
Bob Hasan, Ketua DRP Balegro, mengamini hal tersebut. Ia menilai keputusan ini sebaiknya segera diambil sebelum pilkada agar bisa menciptakan rasa percaya diri.
“Iya, harusnya sudah selesai (27 November) yang pasti. Jadi, tidak ada gunanya membicarakan penunjukan DKJ ketika sistem pilkada diterapkan,” kata Bob.
Sebelumnya, pada pertemuan di Baleg, sejumlah politisi PKS memprotes pembicaraan dadakan tersebut.
Politisi PKS Rene Astuti menyela pertemuan sesaat setelah pembukaan untuk menanyakan sumber revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang DKJ. Menurut dia, belum ada surat baik dari pemerintah maupun KSDP yang mengusulkan amandemen ini.
Menanggapi hal tersebut, Bob Hasan mengatakan pertemuan tersebut dilakukan berdasarkan kesepakatan rapat permusyawaratan pengganti Bamus dan akan ada beberapa hal yang dibahas dalam UU DKJ untuk menghindari konflik.
Anggota DPR dari PKS lainnya, Al Mujamil Yusuf, kemudian mempertanyakan apakah usulan perubahan jadwal pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta akan berubah.
Muzamil D.K. Ia merujuk pada Pasal 73 undang-undang tersebut yang menyebutkan undang-undang tersebut mulai berlaku setelah ada perintah presiden untuk memindahkan ibu kota Indonesia dari Provinsi DKI Jakarta ke ibu kota nusantara.
Muzamil menambahkan, dirinya tidak ingin ketentuan RUU DKJ dilaksanakan lebih awal, apalagi Jakarta mungkin tidak memiliki dua putaran persoalan tersebut.
Baleg memastikan pilkada akan digelar dalam 2 putaran
Tak hanya Muzamil, mekanisme kemenangan dua putaran Pilkada Jakarta juga dipertanyakan sejumlah anggota Beleg, termasuk Anggota Beleg PDIP Andreas Hugo Perera.
“Sekarang kalau Pilkada DKI tidak ada 50 persen ya dua putaran ya? Nah, ke depan akan dijelaskan spesifikasinya? Kenapa DKJ harus dua putaran?” Andreas bertanya.
Pembahasan perubahan mekanisme ini menjadi pembahasan selama hampir empat jam dalam rapat DRP Baleg, Senin lalu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Balegar DRP Bob Hasan mengatakan aturan pemenangan Pilkada Jakarta berlaku sesuai aturan awal, namun kini DRP resmi mengusulkan amandemen UU Nomor 2 Tahun 2024. .
Menurut Bob, perubahan ini tidak akan mengubah mekanisme penyelenggaraan Pilkada Jakarta dan fokus pada perubahan UU DKJ tentang calon. Bob menegaskan, sistem pilkada di Jakarta akan bersifat dua arah, artinya calon gubernur dan wakil gubernur harus memperoleh minimal 50 persen suara untuk memenangkan pilkada. tanggung jawab
Adis Kadir juga mengatakan, perubahan UU DKJ Nomor 2 Tahun 2024 tidak membahas persoalan Pilkada Jakarta dalam satu putaran. Selain itu, ia menolak RUU ini sebagai “hadiah”.
Addis menegaskan, perubahan yang dilakukan hanyalah perubahan sebatas dan tidak mencakup persoalan serius serta dilakukan untuk menghindari adanya pelanggaran hukum.
“Ada celah hukum yang harus diisi, paling tidak seperti pemilu pada pemilu mendatang, lalu lagi kemarin DRP, DPD DRDA agar tidak ada celah hukum, jadi diubah sedikit, itu hanya sebatas, jadi amandemennya terbatas ya, bukan amandemen menyeluruh,” ujarnya, Selasa pada (12/11) di parlemen.
(arn/anak)