Jakarta, CNN Indonesia –
Polres Nusa Tenggara Barat (NTB) pada Rabu (11/12) kembali membuka kasus pelecehan seksual terhadap penyandang disabilitas bernama Agus alias IWAS.
Diambil dari Detik.com, rekonstruksinya menampilkan 49 episode. Selain itu, rekonstruksi akan dilakukan di tiga lokasi berbeda antara lain Taman Udayana, kemudian Islamic Center, dan kediaman IWAS kekerasan seksual.
Rekonstruksi dimulai pukul 09.00 WITA. Saat melakukan pekerjaannya, penjahat muncul di sana ditemani pengacara dan ibunya. Selain itu, sejumlah staf Kejaksaan Negeri (Kejati) NTB dan penyidik Cabang 4 NTB terlihat di Ditkrumpol.
Di tempat rekreasi tersebut, IWAS tampak melakukan beberapa hal saat bertemu dengan korban.
Pengacara IWAS, Aynuddin mengatakan, rekonstruksi yang diajukan IWAS dilakukan untuk memperjelas permasalahan tersebut. Mereka percaya bahwa proyek ini sangat penting bagi para korban dan penyintas.
“Kami ikuti prosedurnya karena dari rekonstruksi sudah jelas, misalnya kalau keterangan saksi atau korban tertentu tidak jelas, penyidik ragu,” kata Aynuddin.
Sebelumnya, Kabareskrim Polda NTB Kombes Syarief Hidayat mengatakan, jumlah korban pelecehan seksual segi empat Agus alias IWAS mencapai 15 orang.
Jumlah korban tersebut merupakan data terbaru yang diterima polisi dari Komisi Disabilitas Kabupaten (KDD) Provinsi NTB. Awalnya, ada 13 orang yang dibunuh Agus.
“Selanjutnya, ada dua (korban tambahan) yang sudah kami minta BAI (Laporan Pemeriksaan) dan salah satunya adalah anak-anak. Namun fokus kami pada laporan pertama ini adalah pada lima (korban) termasuk korban itu sendiri (jurnalis). .), kata Syarif, Senin (9/12).
Diketahui, Agus kembali diperiksa sebagai tersangka pada Senin pekan lalu oleh penyidik Unit Pemuda, Anak, dan Perempuan Polda NTB.
Syarief terus mendengarkan hak-hak penyandang disabilitas, memastikan bahwa narapidana tersebut disaring dengan bantuan penegak hukum. Penyelidikan dimulai pada Senin pagi dan berlanjut hingga sore hari.
Terkait penahanan napi di penjara, Sharif mengatakan pihaknya belum berencana mengirimnya ke rutan.
“Sebenarnya penahanan penyandang disabilitas di rumah karena kami prihatin terhadap hak penyandang disabilitas, karena fasilitas penahanan bagi penyandang disabilitas tidak mencukupi, sehingga kami perpanjang selama 40 hari,” ujarnya.
Baca cerita lengkapnya di sini. (tidak/tidak)