Jakarta, CNN Indonesia.
Presiden Korea Selatan Yoon Seok-yeol menghadapi proses pemakzulan di parlemen, yang kemungkinan akan berlangsung besok, Sabtu (12 Juli).
Parlemen oposisi Partai Demokrat mengusulkan pemakzulan Yoon setelah presiden Korea Selatan mengumumkan darurat militer pada Selasa malam waktu setempat.
Bagi warga Korea Selatan, darurat militer mengingatkan mereka akan masa menyakitkan ketika kebebasan tidak dikendalikan oleh militer.
Lantas, apakah pemakzulan Yoon akan berhasil?
Berdasarkan aturan Korea Selatan, mosi pemakzulan dapat disahkan jika mendapat dua pertiga, atau 200, suara anggota parlemen.
Aliansi oposisi yang dipimpin oleh Demokrat memiliki 176 kursi. Mereka perlu mendapatkan 24 kursi lagi.
Namun, sesi pleno setelah deklarasi darurat militer Yoon mengungkapkan bahwa beberapa anggota telah bergabung dengan mereka. Saat itu, total ada 192 orang yang menolak keputusan Presiden Korsel tersebut.
Mengingat kasus ini, pihak oposisi hanya membutuhkan sekitar 8 kursi untuk memakzulkan Yoon.
Pemakzulan Yoon awalnya tampak suram setelah Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa berjanji akan mengusulkan pemakzulan terhadapnya.
Pada Kamis (12 Mei), Ketua PPP Han Dong-hoon mengisyaratkan bahwa upaya pemakzulan dapat merusak stabilitas politik. Meski begitu, dia meminta Yun mundur dari partai.
Hari ini, Khan melontarkan pernyataan yang mengejutkan publik.
Dia meminta Yoon mengundurkan diri sebagai presiden. Han percaya bahwa penerapan darurat militer mengancam demokrasi Korea Selatan.
“Mengingat fakta baru, saya yakin penangguhan segera terhadap Presiden Yoon Seok-yeol diperlukan untuk melindungi Republik Korea dan rakyatnya,” kata Han pada Jumat, 12 Juni seperti dikutip AFP.
Han mengatakan Yoon memerintahkan penangkapan “politisi penting” dan memasukkan mereka ke dalam tahanan praperadilan pada Selasa malam berdasarkan bukti yang dapat dipercaya.
Anggota parlemen oposisi Cho Seung-jae mengatakan bahwa berdasarkan rekaman pengawasan, tentara mencoba menangkap pemimpin oposisi Lee Jae-myung, Ketua Majelis Nasional Woo Won-shik dan Han.
Analis juga percaya bahwa Yoon mengerahkan intelijen untuk menangkap politisi. Tak hanya itu, mereka menduga presiden Korea Selatan akan kembali mengumumkan darurat militer.
Dalam kesempatan tersebut, Han juga menekankan bahwa jika Yoon tetap menjadi presiden, “ada risiko signifikan bahwa tindakan ekstrem seperti darurat militer akan terulang kembali.”
“Tindakan ini membahayakan Republik Korea dan warganya,” kata Han.
Shin Yul, seorang profesor ilmu politik di Universitas Myongji, menganggap posisi PPP sebagai keprihatinan mereka terhadap keadaan darurat militer yang akan datang.
“Tampaknya Han dan para pemimpin partai telah menyimpulkan bahwa ada kemungkinan besar Presiden Yoon akan mengumumkan darurat militer kedua,” kata Shin, seperti dikutip AFP.
Sikap terbaru PPP membuka pintu bagi keberhasilan pemakzulan Yoon. Apalagi partai ini mempunyai jumlah kursi parlemen terbesar kedua.
Uhm Kyung-yong, direktur lembaga pemikir politik Time Institute, punya penilaian.
Menurut Eom, ada beberapa syarat bagi majelis untuk menjalani proses pemakzulan, terutama menguji kredibilitas Yong.
“Jika tingkat dukungan terhadap Yoon turun di bawah 10 persen pada hari Jumat (hari ini), kemungkinan besar mosi pemakzulan akan disahkan pada hari Sabtu,” ujarnya seperti dikutip Korea Times.
Anggota Parlemen, khususnya di daerah pedesaan, sangat sensitif terhadap sentimen publik dan jajak pendapat, kata Eom.
“Sementara PPP sedang membahas langkah selanjutnya setelah kekacauan darurat militer, tindakan mereka tidak memenuhi harapan publik,” tambahnya.
Sebuah jajak pendapat baru di Korea Selatan menunjukkan dukungan masyarakat terhadap Yoon hanya sebesar 13 persen, terendah sejak ia menjadi presiden.
Jika proses pemakzulan berhasil, Yoon akan berhenti menjadi presiden hingga Mahkamah Konstitusi (MK) mengambil keputusan. Proses penegakan hukum ini memakan waktu kurang lebih 180 hari.
Meskipun kosong, pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri Han Dak Su. Mereka juga sedang mempersiapkan pemilu berdasarkan aturan 60 hari setelah putusan Mahkamah Konstitusi.
Korea Selatan terakhir kali mengumumkan darurat militer pada tahun 1980. Bagi penduduknya, status ini menakutkan dan menyakitkan. (ayah/rds)