Jakarta, CNN Indonesia —
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menceritakan momen dramatis yang dialaminya saat serangan udara Israel di Bandara Internasional Sana’a, Yaman, pada Kamis (26/12).
Tedros yang berada di lokasi kejadian mengaku saat itu dirinya belum yakin bisa selamat dari serangan tersebut.
Pimpinan WHO menyebut ledakan yang terjadi di bandara tersebut merupakan peristiwa yang mengerikan. Bahkan, kata dia, suara ledakannya sangat keras hingga merusak pendengarannya hingga sehari setelah kejadian.
“Saya tidak yakin bisa selamat karena jaraknya sangat dekat, hanya beberapa meter dari tempat kami berada,” kata Tedros kepada Reuters seperti dikutip Sabtu (28/12).
Penyimpangan sekecil apa pun bisa mengakibatkan pukulan langsung, katanya.
Tedros mengatakan, saat serangan udara terjadi, suasana di bandara Yaman langsung ricuh.
“Masyarakat di seluruh area lari panik setelah terjadi empat kali ledakan, salah satunya (ledakan) terjadi sangat dekat dengan ruang keberangkatan,” jelasnya.
Tedros dan rekan-rekannya terjebak di bandara selama lebih dari satu jam ketika pesawat tak berawak yang mencurigakan terus terbang di atas mereka, meningkatkan kekhawatiran akan serangan lebih lanjut.
“Kami benar-benar tidak punya tempat berlindung. Tidak ada apa-apa. Jadi kami terbuka saja, menunggu apa yang akan terjadi,” tambahnya.
Bahkan, di bawah reruntuhan, Tedros juga melihat pecahan rudal berserakan di kawasan tersebut.
Serangan udara Israel di Yaman terjadi setelah kelompok Houthi yang didukung Iran berulang kali meluncurkan drone dan rudal ke Israel. Serangan itu disebut sebagai bentuk solidaritas terhadap warga Palestina di Gaza.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dalam sebuah pernyataan tajam bahwa “Israel baru saja mulai” untuk menghadapi Houthi.
Sementara itu, Kantor Berita Saba yang dianggap sebagai corong Houthi melaporkan tiga orang tewas dalam serangan di bandara Sana’a, dan tiga lainnya tewas di kota Hodeidah. Mereka melaporkan total 40 orang terluka dalam berbagai serangan udara Israel hari itu.
Setelah kejadian tersebut, Tedros terbang ke Yordania untuk mengantarkan rekannya dari Program Penerbangan Kemanusiaan PBB (UNHAS) yang terluka parah untuk mendapatkan perawatan medis lebih lanjut. Tedros memastikan kondisi rekannya kini stabil.
Tedros berada di Yaman dalam misi selama liburan Natal untuk merundingkan pembebasan staf PBB dan lainnya yang ditahan oleh kelompok Houthi. Dia mengakui bahwa perjalanan tersebut berisiko tinggi karena ketegangan antara Israel dan Houthi di Yaman meningkat.
“Tetapi kesempatan untuk mengupayakan pembebasan staf PBB sangat penting sehingga kami merasa harus mengambilnya,” kata Tedros, yang juga mantan menteri luar negeri Ethiopia.
Yaman, yang telah lama dilanda perang saudara dan krisis kemanusiaan, kini menghadapi eskalasi konflik baru akibat intervensi Israel. Serangan udara terhadap titik-titik strategis seperti bandara dan pelabuhan hanya memperburuk situasi di negara tersebut.
(tst/anak)