Jakarta, CNN Indonesia —
Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diduga menangani kasus Gregorius Ronald Tannur (31), Heru Hanindyo, dalam dugaan suap, menyerahkan proses penyidikan pendahuluan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Heru tidak menyetujui posisi Jampidsus sebagai jaksa penuntut umum.
Berdasarkan keterangan dalam SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, benar Heru Hanindyo telah mengajukan permohonan penyidikan mengenai sah tidaknya penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan identifikasi tersangka dengan terdakwa Jampidsus. ,” kata Djuyamto, Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis, Kamis (12 Mei).
Prosedur penyidikan sebelumnya tercatat pada Selasa, 3 Desember 2024 dalam daftar pidana dengan nomor 123/Pid.Pra/2024/PN.JKT.SEL. Kasus ini sedang diselidiki dan dituntut oleh hakim tunggal Abdullah Mahrus.
Sidang pertama dijadwalkan pada Jumat, 13 Desember 2024, kata Djuyamto.
Pada Rabu, 23 Oktober 2024, Tim Reserse Kriminal Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung menangkap majelis hakim PN Surabaya yang menangani kasus Ronald Tannur, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Tiga hakim diduga menerima suap atau suap untuk membebaskan Ronald Tannur dalam kasus penganiayaan berujung kematian Dini Sera Afriyanti.
Erintuah Damanik dan lainnya menjalani pemeriksaan pendahuluan di Kejaksaan Negeri Jawa Timur dan kini telah ditangkap Kejaksaan Agung. Mereka disangkakan melakukan pelanggaran Pasal 5 ayat 2, Pasal 6 ayat 2, Pasal 12 huruf e) dan Pasal 12 B, serta Pasal 18 dan Pasal 55 ayat 1 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor (UU Typikor). ). hukum pidana.
Dalam kasus ini, jaksa mendakwa Ronald Tannur, putra mantan anggota kelompok PKB DPR RI Edward Tannur, dengan hukuman 12 tahun penjara dan membayar ganti rugi kepada keluarga atau ahli waris korban sebesar Rp263,6 juta. 6 bulan penjara.
Namun majelis hakim PN Surabaya menyatakan Ronald Tannur tidak bersalah. Mereka menetapkan kematian Dini disebabkan oleh penyakit lain akibat meminum minuman beralkohol, dan bukan karena luka dalam akibat penganiayaan yang dilakukan Ronald Tannur.
Belakangan, Mahkamah Agung membatalkan putusan bebas Ronald Tannur. Dalam putusan kasasi, dia kini divonis lima tahun penjara.
(ryn/tsa)