Jakarta, CNN Indonesia —
Bambang Brodjonegoro, menteri keuangan pertama di pemerintahan Jokowi, membeberkan rahasia dan “tangan iblis” di balik kenaikan pajak pertambahan nilai hingga 12 persen.
Di acara Cuap Cuap Cuan CNBC Indonesia, dia menyebut ada pengusaha di balik itu semua. Ia membeberkan bagaimana seorang pengusaha bisa mengajukan kenaikan PPN secara bertahap.
Saat itu, kata dia, pendukungnya berasal dari dunia usaha yang awalnya meminta pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan (PPH) agar setara dengan Singapura.
Usulan ini muncul ketika dunia usaha ingin pemerintah memotong pajak penghasilan badan dari 25 persen menjadi 17 persen pada tahun 2015, seperti di Singapura, agar investasi dapat mengalir dengan bebas ke Indonesia.
Tawaran itu dilontarkan pengusaha kepadanya saat menjabat Menteri Keuangan pada 2015.
“Jujur usulan ini saya pribadi dapat dari dunia usaha pada tahun 2015. Itu pernah dibahas ketika saya masih menjadi menteri keuangan. Lalu bagaimana kalau kita bersaing dengan Singapura dan mendapatkan investasi yang besar pak, pajak yang mengurangi pendapatan perusahaan sampai pada tingkat di mana kita bersaing dengan Singapura,” kata Bambang seperti dikutip detikcom, Jumat (27/12).
Mendengar usulan tersebut, Bambang bertanya kepada pengusaha pengusul usulan tersebut: “Kalau pemerintah menurunkan tarif pajak penghasilan, bagaimana pemerintah bisa mempertahankan penerimaan pajak?”
Pengusaha yang tak menyebut nama Bambang itu menjawab, pemerintah bisa menaikkan tarif pajak pertambahan nilai dalam penerimaan pajak secara bertahap dari penurunan tarif pajak penghasilan badan.
Mendengar jawaban tersebut, Bambagh langsung mengatakan tidak adil jika tarif pajak penghasilan diturunkan dengan menaikkan tarif pajak pertambahan nilai.
Sebab, PPN dipungut atas barang dan jasa yang dikonsumsi oleh seluruh penduduk Indonesia, sedangkan pajak penghasilan badan hanya dipungut pada perusahaan yang sudah menjadi pembayar pajak atau sudah mempunyai pendapatan tinggi.
“Jadi saya langsung menolak,” ujarnya.
Namun, setelah tidak menjadi Menteri Keuangan, Bambagh mengatakan para pengusaha tidak berhenti. Mereka masih berupaya menurunkan tarif PPH dan menaikkan PPN.
Pada akhirnya, upaya tersebut diwujudkan melalui pemberlakuan Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (TAH).
Pada tahun 2022, angka PPH akan turun menjadi 22, setelah UU SDA berlaku. Selain itu, tarif pajak pertambahan nilai akan meningkat secara bertahap dari 10% menjadi 11% dan menjadi 12% mulai tahun 2025.
“Dan saya lihat UU Pembangkitan itu disahkan dari tahun 2015 sampai 2021 butuh waktu lama, yaitu enam tahun ya? Saya tidak mengerti kenapa itu dilakukan, karena saya sudah tahu akan bertambah. Apa akibatnya? Pajak Pertambahan Nilai,” kata Bambang.
Bambang berpendapat, Indonesia tidak boleh bersaing dengan Singapura untuk menurunkan tarif pajak penghasilan karena demografi dan geografinya sangat berbeda. Singapura merupakan negara kepulauan kecil dengan jumlah penduduk yang sedikit, sedangkan Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia.
“Menurut saya persaingan tersebut salah karena setiap pajak yang dipungut Singapura hanya untuk kebutuhan 1 pulau dari 5 juta penduduknya. Oleh karena itu, kebutuhan kemurahan hati warga Singapura seperti warga Singapura harusnya kecil, bukan besar. Turunkan harganya, tidak masalah,” kata Bambang.
Pemerintahan Presiden Prabowo telah memastikan tarif pajak pertambahan nilai akan naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari.
Kenaikan pajak pertambahan nilai sebesar 12% merupakan dampak dari disahkannya Undang-Undang Nomor 7 tentang Harmonisasi Aturan (TA) Perpajakan Tahun 2021 yang disahkan pada masa pemerintahan Jokowi.
Peningkatan ini menimbulkan protes masyarakat. Mereka meneriakkan, “Pemerintah, segera batalkan kenaikan PPN!” memulai petisi online berjudul untuk meminta Presiden Prabowo Subiano menghapuskan pajak 12 persen.
Hingga Rabu (25/12) lalu, petisi tersebut sudah ditandatangani 193.000 orang.
(Agustus/Agustus)