JAKARTA, CNN Indonesia —
Ketua DPP PDIP Deddy Yevri Sitorus menjelaskan alasan partainya mengusulkan agar kepolisian ditempatkan di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Menurut Deddy, saat ini banyak permasalahan di lingkungan kepolisian. Pada dasarnya, petugas polisi adalah gadis-gadis politik.
Bahkan, kata dia, Presiden kelima RI sekaligus Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memisahkan TNI dan Polri pada tahun 2000 agar Polri, lembaga sipil bersenjata, dapat melayani masyarakat secara mandiri.
“Tapi yang kita alami selama ini, luar biasa besarnya permasalahan yang terjadi di lembaga kepolisian, tidak hanya di kancah politik, tapi juga di lembaga itu sendiri dan lembaga perlindungan masyarakatnya,” kata Deddy dari PDIP. kantor DPP. Jakarta, Minggu (1/12).
Seorang anggota Komite Kedua Republik Demokratik Rakyat Korea berpendapat bahwa permasalahan di kepolisian tidak hanya terletak di tingkat bawah tetapi juga di tingkat yang lebih tinggi. Deddy mencontohkan kasus pidana yang melibatkan Irjen Ferdy Sambo, mantan Kepala Divisi Propham Polri, dan Irjen Teddy Minahasa, mantan Kapolda Sumbar.
Oleh karena itu, ini merupakan permintaan hati nurani yang bersih dan murni kepada polisi untuk melakukan penyelidikan internal sendiri, kata Dedi.
“Apakah Anda ingin seperti ini? Badan Kepolisian Nasional, rumah bagi masyarakat sipil, menjadi lembaga yang menganut aturan, undang-undang, dan peraturan yang menakut-nakuti warga negara, anak perempuan dan perempuan dari arena politik.” katanya
Menurut Pak Dedi, sebenarnya sudah ada pembicaraan untuk mengembalikan polisi ke Kementerian Dalam Negeri. Apalagi, dia tak mempermasalahkan mayoritas fraksi di DPR saat ini menolak usulan PDIP.
“Misalnya ada tujuh fraksi dan Anda bilang tidak ada masalah, berarti Anda menolak wacana. Coba kita lihat seperti apa masyarakat sipil dan berapa banyak orang terpelajar, intelektual, dan akademisi yang ada. Karena ini bukan persoalan politik. Badan kepolisian yang profesional dan akurat adalah tentang budaya sipil kita,” katanya.
Sejumlah pakar konstitusi dan pengamat kebijakan publik mengkritik usulan Deddy. Disebutkan bahwa penempatan polisi di bawah Kementerian Administrasi Pemerintahan dan Dalam Negeri melanggar ketentuan Konstitusi saat ini.
Pakar konstitusi M Junaidi menilai penempatan kepolisian di bawah Kementerian Dalam Negeri sangat tidak tepat. Sebab, Kementerian Dalam Negeri lebih banyak mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara, khususnya pemerintahan daerah (Femda).
Oleh karena itu, dia mengatakan penempatan kepolisian di bawah Kementerian Administrasi Pemerintahan dan Dalam Negeri dapat menimbulkan duplikasi kewenangan. Selain itu, kendali presiden juga tidak optimal.
Tugas Kementerian Administrasi dan Keamanan Umum yang sudah banyak menjadi lebih kompleks dan memberatkan ketika manajemen kepolisian ditambahkan.
“Itu tidak penting. Perlu kita pahami, kalau sistem administrasi pemerintahan kita cenderung presidensial-centric, saya kira itu salah atau mubazir, karena kalau ditarik ke Kementerian Dalam Negeri, presidennya tidak akan ada. optimal,” kata Junaidi di Semarang, Minggu (1/12).
(kamu/mobil)