Jakarta, CNN Indonesia —
Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis sepuluh orang yang didakwa melakukan korupsi dalam pengelolaan perdagangan komoditas timah pada izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022. Dan hukumannya lebih rendah dibandingkan tuntutan Kejaksaan (PU). Bahkan, kasus ini diperkirakan menambah kerugian keuangan negara hingga Rp300 triliun.
Terbaru, empat terdakwa dibacakan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin (30/12). Salah satunya adalah terdakwa Helena Lim yang divonis lima tahun penjara. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni delapan tahun penjara.
Dalam sidang yang sama, hakim memvonis tiga terdakwa kasus tersebut, yakni CEO PT Timah Tbk periode 2016-2021, Mokhtar Riza Pahlevi Tabrani, Chief Financial Officer PT Timah Tbk periode 2016-2020, Emil Ermindra. , dan direktur PT Stanindo Inti Perkasa periode 2016-2020. Gunawan.
Secara keseluruhan, keempat terdakwa menerima hukuman yang lebih ringan dari tuntutan jaksa, dan berikut rinciannya:
Helena Lim
Crazy Rich Pantai Indah Kapuk (PIK) dan pemilik PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim divonis lima tahun penjara dan denda Rp 750 juta setara 6 bulan penjara.
Majelis Hakim melaporkan Helena terbukti terbukti bersalah melakukan pelanggaran pengelolaan sistem penjualan fisik sektor IUP di PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan tindak pidana serbuk perak (TPPU).
Helena juga divonis hukuman baru berupa kewajiban membayar denda sebesar Rp 900 juta dalam jangka waktu satu bulan sejak putusan atau incra.
Jika jumlah akhir tidak dibayar dalam jangka waktu tersebut, maka harta benda tersebut akan diambil alih oleh penggugat dan dijual.
Jika Helena tidak memiliki cukup dana untuk membayar ganti rugi pada saat putusan, maka ia akan divonis 1 tahun penjara.
Hukuman ini lebih rendah dari permintaan hakim. Sebelumnya, Helena divonis delapan tahun penjara dan denda 1 miliar dolar setara satu tahun, serta denda 210 miliar rubel, empat tahun.
Dalam persidangan, majelis hakim tidak menerima permintaan ganti rugi dari jaksa.
Menurut hakim, dari pemeriksaan terungkap terdakwa Harvey Moise membenarkan menerima seluruh dana jaminan seolah-olah merupakan dana CSR senilai USD 30 juta atau Rp 420 miliar yang dihimpun Helena melalui PT QSE.
Menurut hakim, Helena tidak senang dengan uang tersebut.
“Semua uang yang ada di brankas bank tersebut sepertinya adalah uang CSR yang diperoleh Harvey Moyes dari perusahaan likuidasi, ditransfer ke rekening PT Quantum yang didapatnya dari saksi Harvey Moyes, sehingga juri kurang puas dengan uang jaminan atau uang tersebut. CSR”. kata hakim.
Menurut hakim, Helena hanya menikmati keuntungan dari harga pembelian penukaran mata uang asing dari mata uang aman dengan perhitungan 30 kali lipat lebih dari 30 juta dollar AS atau Rp 900 juta.
“Uang Rp 900 juta digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi terdakwa
Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021, Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, divonis delapan tahun penjara dan denda Rp750 juta setara 6 bulan kurungan.
Ia diyakini terbukti secara sah dan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan sistem tata niaga timah pada kawasan IUP di PT Timah Tbk pada tahun 2015-2022.
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan semula JPU, yakni hukuman 12 tahun penjara dan denda 1 miliar, satu tahun penjara.
Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2016-2020, Emil Ermindra, divonis delapan tahun penjara dan denda Rp750 juta yakni 6 bulan.
Vonis tersebut lebih rendah dibandingkan mantan jaksa yakni hukuman 12 tahun penjara dan denda R.P.
Riza dan Emil tidak dipungut biaya apapun untuk membayar uang penutupan. Pada gugatan pertama, kedua terdakwa terpaksa membayar denda sebesar Rp 493 miliar.
Dalam alasannya, hakim menyebut tidak terbukti para terdakwa menerima uang atau harta benda yang berasal dari tindak pidana korupsi.
“Menurut ketentuan Pasal 18 ayat 1 huruf b Undang-Undang Tipikor disebutkan bahwa ganti rugi adalah sejumlah harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi yang dilakukan dan menurut fakta hukum persidangan yang bersangkutan. terdakwa dibuat tidak akan menerima dari tindak pidana korupsi,” kata hakim MB Gunavan
Direktur PT Stanindo Inti Perkasa sejak tahun 2004 M.B. Gunawan divonis lima tahun 6 bulan dan denda Rp500 juta anggota hingga empat bulan penjara.
Hukuman ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni delapan tahun penjara dan denda Rp 750 juta, enam bulan penjara.
Pada sidang pertama pekan lalu, Senin (23/12), Pengadilan Tipikor Jakarta juga memvonis enam terdakwa sesuai tuntutan jaksa. Para terdakwa adalah: Harvey Moyes
Harvey Moyes yang mewakili PT Refined Bangka Tin (RBT) divonis 6,5 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yakni 6 bulan penjara. Dia dijatuhi hukuman membayar sejumlah 210 miliar rubel, yang merupakan bagian dari 2 tahun penjara.
Seluruh harta kekayaan Harvey yang terkait dengan kasus tersebut diperintahkan hakim untuk disita kepada negara dalam bentuk ganti rugi.
Suami artis Sandra Devi ini diduga melakukan korupsi dalam pengelolaan sistem tata niaga timah di kawasan IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022 dan TPPU.
Hal ini diatur dan diancam dalam Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tipikor (EU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan dengan Pasal 3 UU No. . 8 Tahun 2010. tentang pencegahan dan penghentian TPPU juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Terdakwa divonis penjara selama 6 tahun 6 bulan dan denda sebesar R.P. (Tipikor) di Pengadilan Negeri Jakarta (PN Pusat, Senin (23/12)).
Sebelumnya, dalam permohonannya, hakim ingin Harvey dijatuhi hukuman 12 tahun penjara dan denda $1 miliar, ditambah satu tahun penjara, dengan denda 210 miliar rubel. Suparta
Pada tahun 2018, Pimpinan PT RBT Suparta divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar serta menjalani hukuman 6 bulan penjara. Ia divonis denda sebagai kewajiban membayar denda sebesar Rp 4.571.438.592.561,56 (Rp 4,5 triliun) anggota selama 6 tahun penjara.
Suparta dianggap melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan. Penuntutan keuangannya sesuai Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis tersebut kurang sesuai keinginan JPU yang mendakwa Suparta dengan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yakni satu tahun penjara dengan denda Rp 4,5 triliun yang berarti 8 tahun penjara.
Direktur Pengembangan PT RBT Reza Andriansiah divonis 5 tahun penjara dan denda Rp 750 juta bisnis 3 bulan kurungan. Dia kemudian dikenai biaya perkara sebesar Rp7.500.
Orang-orang di bawah Suparta dianggap bertanggung jawab dan bertanggung jawab secara hukum atas tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama.
Vonis tersebut lebih kecil dari permintaan pengacara yang ingin menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara kepada Reza dan denda 750 juta dollar, 6 bulan penjara.
Chief Operating Officer PT Tinindo Internusa periode Januari 2017-2020 Rosalina divonis 4 tahun penjara dan denda bisnis Rp750 juta hingga tahanan rumah 6 bulan. Hakim memerintahkan juru sita membuka rekening bank Rosalina.
Vonis tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa yang menginginkan Rosalina divonis enam tahun penjara
Suvito Gunawan alias Avi selaku Beneficiary Owner PT Stanindo Inti Perkasa dan Robert Indarto selaku Direktur Utama PT Sariviguna Binasentosa per 30 Desember 2019 divonis 8 tahun penjara dan denda Rp1 miliar anggota maksimal 6 bulan kurungan.
Bagi Avi, ia juga divonis membayar total Rp 2.200.704.628.766,6 (Rp 2,2 triliun) hingga 6 tahun penjara.
Saat itu, Robert divonis membayar total Rp 1.920.273.791.788,36 (Rp 1,9 triliun) tahun penjara.
Avi dan Robert dinilai hakim terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Statistika. . . 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Vonis terhadap Avi dan Robert tunduk pada permintaan jaksa agar keduanya divonis 14 tahun penjara.
Seluruh kasus tersebut diselidiki dan diadili oleh Ketua Majelis Hakim Eko Arijanto dengan anggota Suparman Nyompa, Eriusman, Jaini Basir, dan Mulyono Dwi Purwanto.
(kamu/anak)