Jakarta, CNN Indonesia —
Fraksi Partai Demokrat di Komite
Anggota Komisi
Dia mengingatkan, kenaikan PPN menjadi 12% harusnya dikecualikan untuk barang-barang kebutuhan pokok masyarakat seperti sembako, layanan pendidikan, layanan kesehatan medis, dan layanan sosial.
“Kami menolak pengenaan PPN yang menyasar kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan masyarakat,” kata Marwan dalam keterangannya, Senin (23/10).
Dia menjelaskan, kenaikan PPN sebesar 12% merupakan amanat Undang-Undang Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Fiskal (HPP) yang telah disepakati dalam Rapat Paripurna DPR RI pada 7 Oktober 2021.
Sekretaris Fraksi Partai Demokrat di DPR ini memahami, kenaikan PPN sebesar 12% merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan perekonomian dan meningkatkan pendapatan negara. Meski demikian, Marwan meminta pemerintah konsisten menerapkan kebijakan tersebut dengan hanya menyasar barang-barang mewah, bukan masyarakat menengah ke bawah.
Pastikan saja kenaikan PPN hanya pada barang mewah dan pengusaha besar agar tidak berdampak pada usaha atau produk masyarakat menengah ke bawah, kata PKB dan Golkar mengkritik PDIP.
Sementara Fraksi PKB mengkritisi sikap PDIP yang kini dinilai terbalik dengan menolak penerapan kenaikan PPN 12%. Wakil Ketua Umum PKB Faisol Riza meminta PDIP menggugat UU SDM ke Mahkamah Konstitusi (MK).
PDIP juga sudah menyetujui pengesahan tersebut, mohon kawan-kawan PDIP kembali berargumentasi dalam sidang JR di MK karena setuju dulu baru ditolak, kata Faisol.
Faisol mengatakan, pihaknya akan memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk menerapkan undang-undang tersebut guna menjaga kebijakan fiskal nasional.
Ia menilai pajak merupakan wujud nyata eksistensi suatu negara dan bangsa. Itu diciptakan untuk digunakan demi kebaikan bersama. Semakin maju suatu negara, biasanya rasio pajaknya akan semakin tinggi. Sebuah negara besar membutuhkan pajak yang besar untuk membiayai pembangunannya.
“Beri kesempatan kepada pemerintah untuk mewujudkannya. Lagi pula, pajak selalu dikembalikan ke masyarakat melalui belanja pemerintah, seperti bansos atau subsidi listrik, gas, dan bahan bakar. PDIP kini lebih untung jika subsidi ke masyarakat dihilangkan. ?
Wakil Ketua Komite ke-11 DPR Golkar Muhammad Misbakhun mengingatkan PDIP untuk tidak mengambil langkah politik cuci tangan atas kenaikan PPN sebesar 12%.
Menurut Misbakhun, jika berubah sekarang, PDIP hanya dianggap melalaikan tanggung jawab. Sebab, kata dia, PDIP ikut serta dalam penyusunan UU HEE hingga disahkan pada tahun 2021.
“Kalau saat ini ada upaya politik untuk mengembalikan arahan dari PDIP, ada upaya untuk menolaknya, berarti mereka mau ‘mutar saja’.” Mereka ikut serta dalam proses politik pengesahan undang-undang tersebut sebagai presiden. Panitia Kerja RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Fiskal (KUP),” kata Misbakhun.
Misbahun menegaskan, Fraksi partainya mendukung pelaksanaan pengesahan undang-undang tersebut. Menurutnya, kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengecualikan unsur tertentu merupakan bentuk moderasi politik agar tidak mengabaikan amanat undang-undang.
Posisi politik Partai Golkar sangat jelas, setelah disahkannya UU HSE, setiap undang-undang harus dilaksanakan dalam rangka negara tertib dan konstitusional, ujarnya.
Ketua DPP PDIP Deddy Yevry Sitorus membantah kenaikan PPN sebesar 12% diprakarsai PDIP. Menurut dia, hal itu diusulkan oleh Presiden Jokowi.
Diakuinya, pengurus PDIP merupakan ketua panitia hukum yang mengatur kenaikan PPN sebesar 12%. Namun menurut Deddy, UU WHA merupakan keputusan DPR secara lembaga dan bukan perseorangan.
Dia menjelaskan, saat itu PDP menyetujui kenaikan PPN sebesar 12 persen karena kondisi perekonomian sedang baik. Namun saat ini kenaikan PPN sebesar 12 persen harus ditinjau ulang karena perekonomian sedang terpuruk.
“Jumlahnya sekitar 9,3 juta, kelas menengahnya tergerus. Jadi kita lihat dolar naik gila-gilaan,” kata Deddy.
Jadi saya tidak menyalahkan sama sekali pemerintahan Pak Prabowo, tidak. Karena itu sudah diberikan dalam kesepakatan periode sebelumnya, imbuhnya.
(th/DAL)