Surabaya, CNN Indonesia —
Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Erlanga (FISIP Unair), Tufahati Ulaya Bakhtiar mengaku dipecat setelah partainya mengkritik Prabowo Subiato-Gibran Rakabuming Raka dengan karangan bunga. .diintimidasi
Ancaman tersebut berupa panggilan telepon, video call, dan pesan ancaman dari nomor tak dikenal melalui pesan di berbagai platform media sosial.
“Saya menerima ancaman dari banyak orang tak dikenal. Bentuknya bermacam-macam, mulai dari telepon, video call, spam chat, DM Instagram dan lain-lain,” kata Tufa saat ditemui di Kampus B Unair, Senin (28/10).
Menurut Tufa, beberapa nomor tak dikenal yang menghubunginya memberikan akun yang hampir sama. Yakni, atas keberhasilan Presiden Joko Widodo (Yokos), hingga melontarkan doa buruk kepadanya.
“Narasi yang disajikan kurang lebih sama. Mengagung-agungkan program Jokowi, mengancam, memohon hal-hal buruk, jelasnya.
Salah satu pesan ancaman berbunyi: “Jika orang tua Anda menjadi presiden dan mengutuk para penjahat, apakah Anda akan menerimanya?” Saya malu karena siswa sekelas saya di UNAIR tidak diajarkan sopan santun dalam berbicara.’
Sementara itu, sejumlah orang lain yang tidak diketahui identitasnya juga menulis: “Butuh mata, apa saja prestasi yang diraih Jokowi dalam 10 tahun pembangunan Indonesia, salah satunya membangun infrastruktur seperti Bhai, BPJS, KIP, pembangunan infrastruktur. Program-programnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat Indonesia. , Kamu tahu?
Lebih lanjut Tufa mengungkapkan, ada empat hingga lima nomor yang mengirimkan pesan ancaman melalui WhatsApp. Selain itu, serangannya juga bersifat pribadi, dan komentarnya terbuka di jejaring sosial.
“Banyak yang menyerang secara pribadi, biasanya di IG (Instagram) dan semua orang bisa membacanya,” kata Tufa.
Tufa juga menyatakan ancaman serupa tidak hanya ditujukan kepada dirinya, namun juga dialami beberapa pengurus BEM FISIP lainnya.
“Saya belum bisa memastikan, yang melaporkan [ancaman] itu hanya lima orang. Semua pengurus BEM,” ujarnya.
Meski demikian, dia menegaskan ancaman tersebut tidak membuatnya takut. Untuk menghadapi situasi tersebut, TUFA akan berkonsultasi dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) untuk langkah hukum lebih lanjut.
“Saya akan berkonsultasi dengan LBH untuk ditindaklanjuti, mendapat saran tindakan apa yang harus diambil selanjutnya,” tutupnya.
Seperti diketahui, BEM FISIP Unair disuspen pada Selasa (22) setelah Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subiano-Jibran Rakabuming Raka melakukan peletakan karangan bunga bernada sindiran. /10).
Sebuah karangan bunga diletakkan di Taman Barat FISIP Unair dengan tulisan: “Selamat kepada jenderal kejam pelanggar HAM dan guru besar dengan IPK 2,3 karena telah dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. rahim konstitusi yang tidak sah.”
Lalu ada foto Prabowo dengan caption “Jenderal TNI Prabowo Subiano Jojohadikusumo (Presiden Tim Mawar)” dan foto Gibran dengan caption “Fuffa Admin”. Mala kemudian disebut “Muliono, bajingan perusak demokrasi”.
Pengurus BEM FISIP kemudian dimintai keterangan oleh Komite Etik Fakultas pada Jumat (25/10) pagi. Sore harinya, Dekan FISIP Unair secara resmi mengirimkan surat pengurus BEM FISIP no.
Bagong menegaskan, alasan pihaknya membekukan kepengurusan BEM fisp adalah kata “bajingan” yang digunakan dalam karangan bunga tersebut. Itu tidak mencerminkan akhlak siswa.
Menurutnya, ucapan selamat BEM kepada Prabowo-Gibran melalui karangan bunga bukan merupakan bentuk sindiran, melainkan tergolong ujaran kebencian.
“Ini bukan sindiran. Saya juga meluruskannya. Ini adalah sindiran. Sindiran tidak seperti itu. Jadi yang saya minta masuk ke ranah ujaran kebencian,” kata Bagong saat diwawancara di Kampus B. Unair, Surabaya, Senin (28/10).
Namun setelah dilakukan pertemuan dengan Tufa dan pengurus BEM FISIP, Bagong akhirnya mencabut skorsing tersebut.
“Kami bertemu dan bersilaturahmi, intinya saat ini Dekan akan membatalkan perintah (SK) pembekuan kepengurusan BEM Fisp Unire,” ujarnya.
Bagong memastikan BEM atau mahasiswa FISIP Unair lainnya tetap mempunyai kebebasan menyampaikan aspirasi dan kritik sosial politik. Sepanjang dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak melanggar etika akademik. (frd/gil)