Jakarta, CNN Indonesia –
Serikat Pekerja Migran Indonesia (SBMI) mencatat 251 kasus perdagangan manusia pada tahun 2024. Menurut SBMI, perdagangan manusia dan eksploitasi paksa masih menjadi tantangan besar.
“Pada tahun 2024, SBMI akan mendokumentasikan sekitar 251 kasus yang memenuhi kriteria perdagangan manusia,” kata SBMI dalam keterangan resmi, Kamis (19 Desember).
Secara total, SBMI menerima laporan sebanyak 456 kasus yang melibatkan pekerja migran pada tahun 2024. Jumlah laporan terbesar berasal dari sektor Anak Buah Kapal Penangkapan Ikan (ACP) sebanyak 196 kasus (43%).
Diikuti oleh pekerja rumah tangga (PRT) sebanyak 80 kasus (17,5%), penipuan internet atau pemerasan online sebanyak 62 kasus (13,6%), pekerja bangunan sebanyak 34 kasus (7,5%) dan perkebunan sebanyak 27 kasus (5,9%). . Sisanya 12,5 persen berasal dari 10 sektor lainnya.
Dari total 456 kasus yang melibatkan pekerja migran, berdasarkan negara tujuan, mayoritas terjadi di Malaysia sebanyak 142 kasus (31,14 persen), Taiwan sebanyak 72 kasus (15,79 persen), dan calon pekerja migran di Indonesia sebanyak 57 kasus (12 persen). persen).
SBMI juga mengimbau pemerintah mengambil langkah-langkah strategis untuk melindungi pekerja migran dari risiko perdagangan manusia, kerja paksa, dan dampak negatif lainnya.
“SBMI menyerukan kepada pemerintah untuk meningkatkan perlindungan bagi pekerja migran di Indonesia dengan menegakkan hukum secara ketat terhadap pelaku TIP dan kerja paksa, memitigasi migrasi paksa yang disebabkan oleh bencana terkait iklim, dan memastikan peluang kerja yang layak di negara ini,” kata Presiden Jenderal SBMI. Haryanto. Suwarno.
Haryanto mengungkapkan, dari ratusan kasus tersebut, pihaknya mencatat kerugian sebesar Rp1,77 miliar. Rinciannya, kerugian sebesar Rp245.950.000 (34 persen) pada calon pekerja migran dan Rp1,52 miliar pada migran aktif.
“Angka ini mencerminkan dampak serius dari praktik penipuan dan eksploitatif yang merugikan pekerja migran secara finansial,” kata Haryanto.
(itu/cha)