Jakarta, CNN Indonesia —
Suryo Utomo, Kepala Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, menyuarakan pendapatnya atas keputusan Presiden Prabowo Subianto yang menolak kenaikan PPN mendadak sebesar 12 persen.
Pajak penjualan awalnya akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen atas semua barang dan jasa yang sebelumnya dikenakan pajak. Namun, pada malam 31 Desember 2024, Prabowo mencabutnya dengan alasan kenaikan tersebut hanya berlaku untuk barang mewah.
“Kok tanggal 31 (Desember 2024) diumumkan (penghapusan kenaikan PPN 12 persen)? Ya, baru diumumkan tanggal 31,” kata Suryo saat pengarahan di Kementerian Keuangan DJP Selatan. Jakarta, Kamis (2/1).
“Jika melihat dinamika sebelumnya, ini merupakan keputusan terakhir yang diambil Presiden (Prabovo Subianto) pada 31 Desember 2024,” imbuhnya.
Suryo menegaskan, dirinya tidak akan membahas dinamika perubahan tarif PPN 12 persen. Ia mengatakan, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan hanya berupaya menerapkan dan menerapkan kebijakan tersebut.
Meski begitu, ia menutup mata terhadap fenomena beberapa partai politik yang beralih ke sistem tersebut dengan alasan tarif pajak baru. Suryo menegaskan, pihaknya akan mencari peluang dan menyiapkan skema peralihan PPN.
Soal idenya (penghapusan PPN 12 persen seluruh barang dan jasa), ya, ada kebijakan yang diambil Presiden (Prabovo). Tentu saja ya, yang dikenakan PPN 12 persen hanya barang mewah. (barang mewah), artinya tidak ada kenaikan berarti (pajak penjualan tetap 11 persen), jelasnya.
“Di sisi lain, waktu kita terbatas, (tapi) kita punya infrastruktur di UU PPN (UU Koordinasi Peraturan Perpajakan Nomor 7 Tahun 2021/SES),” imbuh Suryo pada keputusan terpilih.
Ringkasnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menggunakan dasar pengenaan pajak (TAB) 11/12 dibandingkan tarif PPN 12 persen. Ini berlaku untuk barang dan jasa nonmewah, sehingga tarifnya tetap di angka 11 persen.
Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 yang mengatur tentang tata cara PPN atas impor Barang Kena Pajak, penyerahan Barang Kena Pajak, pemberian Jasa Kena Pajak, dan penyerahan Barang Kena Pajak tidak berwujud. barang-barang. barang kena pajak dari luar daerah pabean dan jasa kena pajak dari luar daerah pabean daerah pabean.
Pemahaman kami undang-undang membolehkan. Oleh karena itu, di satu sisi undang-undang tetap berjalan, namun di sisi lain, undang-undang tetap berjalan. masyarakat sudah keluar karena itu kenapa pemerintah ini mendengarkan dulu,” jelas Suryo.
Jadi, pada akhirnya, sampai posisi Presiden (Prabovo) lolos (dihapuskan PPN 12 persen pada 31 Desember 2024), itu adalah akibat dari kebijakan pemerintah, katanya.
(Minggu/Agustus)