Jakarta, CNN Indonesia —
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, mengkritisi keputusan hakim yang terlalu lunak terhadap tindak pidana korupsi atau pidana, padahal terbukti merugikan negara hingga ratusan triliun dolar.
Prabowo belum mau bicara terang-terangan soal kejadian tersebut.
Namun pengumuman tersebut disampaikan tak lama setelah kemarahan masyarakat atas hukuman yang dianggap ringan bagi terdakwa kasus korupsi pengelolaan sistem tata niaga di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk. 2022 dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kata Prabowo dalam pidatonya di Musrenbangnas RPJMN 2025-2029, Jakarta, Senin (30/12), “Yang jelas kerugiannya ratusan triliun, keputusannya seperti ini. Bisa mencederai rasa keadilan.”
Terdapat berbagai jenis pemidanaan bagi tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No.
Pasal 2 UU Tipikor menyebutkan, ancaman pidana bagi tindak pidana korupsi adalah penjara seumur hidup atau paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara, serta denda paling sedikit 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Selain itu, Pasal 2 juga mengatur hukuman mati bagi pelaku korupsi. Aturan tersebut mengatur bahwa pidana mati dapat dijatuhkan terhadap tindak pidana korupsi, bila suatu tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu – dalam pasal ini keadaan-keadaan itulah yang dapat menjadi sebab memberatnya tindak pidana tersebut.
Alasan terjadinya kekerasan tersebut adalah karena tindak pidana tersebut dilakukan terhadap uang yang digunakan untuk mengatasi situasi berbahaya, bencana alam nasional, mengatasi akibat protes nasional yang meluas, mengatasi krisis keuangan dan ekonomi serta tindakan korupsi yang berulang-ulang.
Namun dalam penerapannya, belum ada hakim yang memberikan hukuman mati kepada pelaku korupsi. Beberapa kasus penting dapat dihukum hingga sepuluh tahun penjara.
Contoh mereka yang divonis 15 tahun penjara adalah mantan Ketua DPR sekaligus Ketua Umum Golkar Setya Novanto dalam kasus e-KTP dan jutawan Surabaya Budi Saeed dalam kasus korupsi berujung pembelian emas Antam.
Namun hakim di Indonesia memvonisnya dengan hukuman penjara seumur hidup. Setidaknya 5 terdakwa korupsi telah dijatuhi hukuman penjara seumur hidup:
Akil Mokhtar
Pada pertengahan Maret 2015, KPK mengeksekusi mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar di Penjara (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Upaya ini dilakukan setelah Pengadilan Tinggi (MA) menolak permohonan banding Akil.
Akil yang terpidana kasus suap beberapa perselisihan Pilkada dan TPPU, akan menghabiskan sisa hidupnya di balik jeruji besi Adrian Waworuntu.
Sebelum Akil, terdakwa yang mendapat hukuman terberat adalah Adrian Waworuntu.
Pria kelahiran Tomohon, Sulawesi Utara, ini berinvestasi Rp 1,2 triliun pada awal tahun 2003 di BNI Cabang 46 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pada tanggal 15 November 2013, majelis hakim Peninjauan Kembali (PK) yang diketuai oleh Hatta Ali beranggotakan Surya Jaya dan MS Lumme membebaskan PK Adrian. Dia masih dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Kasus pencurian BNI Cabang Kebayoran Baru yang melibatkan 16 orang ini dilakukan dengan membawa letter of credit (L/C) disertai dokumen ekspor palsu.
9 di antaranya divonis penjara. Mereka adalah CEO PT Sagared Ollah A. Agam yang divonis 15 tahun penjara; CEO PT Magnetique Usaha Esa Adrian P. Lumowa divonis 15 tahun penjara; Mantan Kepala Cabang BNI Kebayoran Baru Nirwan Ali divonis delapan tahun penjara; dan mantan Pemimpin Cabang BNI Kebayoran Baru Edy Santoso dengan hukuman seumur hidup.
Lalu Pegawai BNI Koesadiyuwono divonis 16 tahun penjara; Titik Pristiwanti dipenjara selama delapan tahun; Richard Kountul divonis 10 tahun penjara; Aprilia Widarta divonis 15 tahun penjara; dan Maria Pauline Lumowa (pemilik Gramarindo Group) Teddy Hernayadi dengan hukuman 18 tahun penjara
Pada Rabu, 30 November 2016, majelis hakim Pengadilan Militer Tingkat II memvonis Brigadir Tidi Hernayadi dengan hukuman penjara seumur hidup. Menurut hakim, Teddy divonis bersalah atas korupsi pembelian alutsista di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI.
Jenderal bintang satu itu juga harus membayar kerugian negara sebesar $12 juta atau sekitar Rp 130 miliar dan dipecat dari TNI.
Teddy disebut menyalahgunakan wewenangnya saat masih menjabat Kolonel dan Kepala Departemen Operasi Keuangan Kementerian Pertahanan pada periode 2010-2014.
Teddy dipastikan menyebarkan pembelian jet tempur F-16 dan helikopter Apache, serta beberapa surat tidak sah dari atasannya.
Sejak Mahkamah Agung menolak bandingnya pada 20 September 2017, putusan terhadap Teddy telah berakhir. Saat itu, hakim MA Artidjo Alkostar, Burhan Dahlan, dan Dudu Duswara Machmudin menjadi hakim dalam kasus Teddy.
Pada Selasa, 24 Agustus 2021, Mahkamah Agung menolak permohonan CEO PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Dua terdakwa kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya belum dijatuhi hukuman penjara.
Perkara nomor: 2937 K/Pid.Sus/2021 dan 2931 K/Pid.Sus/2021 diperiksa dan diadili oleh ketua majelis perkara Suhadi dengan anggota Eddy Army dan Ensori.
Dua terdakwa terkait pengelolaan keuangan dan dana investasi di PT Asuransi Jiwasraya dinilai melakukan tindak pidana korupsi dan TPPU. Negara rugi Rp 16,8 triliun.
Jumlah tersebut berdasarkan Laporan Hasil Kajian Dalam Rangka Penghitungan Kerugian Negara Pengelolaan Keuangan dan Reksa Dana periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2018 Nomor: 06/LHP/XXI/03/2020 dari Grup Pembiayaan Pengawasan (BPK).
(anak/anak)