Jakarta, CNN Indonesia —
Kapolri Jenderal Pol Listio Sigit Prabowo mengatakan, banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang diselesaikan dengan cara adat atau tradisional dengan mengawinkan pelaku dan korban.
Ia mengatakan, situasi tersebut kemudian ditengarai menimbulkan kesenjangan antara data Polri dan Komnas Perempuan dengan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di bawah KPAI.
Dia mencontohkan, berdasarkan catatan Komnas Perempuan, terdapat 401.975 kasus kekerasan terhadap perempuan, kemudian KPAI mencatat 15.120 kasus kekerasan terhadap anak.
Di sisi lain, SIGIT mencatat kasus kekerasan yang diterima dan diproses Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak dan TPPO mencapai 105.475 kasus.
“Tingkat tertingginya adalah kekerasan dalam rumah tangga, pencabulan, kekerasan fisik dan mental, serta pemerkosaan,” kata Sigit dalam pidatonya, Selasa (17/12) pada pembukaan Direktorat PPA dan PPO Polari Bareskrim.
Menurut dia, perbedaan statistik tersebut disebabkan masih adanya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang ditangani oleh masyarakat adat. Cara yang dimaksud adalah dengan menikahkan korban dengan pelaku kekerasan seksual.
“Saya tidak tahu kerugiannya di mana? Apakah diselesaikan sesuai tradisi di masing-masing daerah karena kadang diprotes. Masalah ini diselesaikan dengan menikah,” kata Jenderal Bintang Empat.
Oleh karena itu, Kapolri menilai perlu adanya penelitian khusus terhadap penyelesaian kasus terkait perempuan dan anak. Mudah-mudahan, kata dia, penyelesaian kasus tersebut bisa sejalan dengan apa yang diharapkan oleh korban dan pihak yang dirugikan.
“Pertanyaannya apakah pernikahan bisa menyelesaikan masalah? Tentu ini perlu kajian yang mendalam. Jadi kalau ternyata cara itu kurang cocok, maka tentu kita harus menyiapkan cara yang paling cocok. Cocok,” kata Listyo.
“Di satu sisi kita bisa menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Di sisi lain, solusinya juga sesuai dengan harapan perempuan dan anak,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Listyo berharap dengan adanya kepemimpinan baru di Bareskrim Polri, seluruh kasus perempuan dan anak terus ditangani dengan tegas dan tidak menimbulkan permasalahan baru bagi para korban.
“Juga memperbanyak jumlah polisi wanita yang memiliki keterampilan dan kualitas. Tentu itu penting. Di sisi lain, polisi wanita sangat dibutuhkan di lapangan dalam situasi kritis,” ujarnya.
(tfq/anak)